Menu Makanan Tembuni

Setelah bayi lahir, maka ada pula yag dinamakan Tembuni yang keluar setelahnya. Tembuni adalah istilah lain dari ari-ari bayi yang baru lahir. Biasanya orang-orang kampung  mencuci Tembuni dengan cara tradisional, yakni mencucinya dengan garam kasar, Asam Jawa, Sabun cuci. Setelah dicuci Tembuni tersebut dimasukkan kedalam wadah yang biasa disebut dengan periok tembuni yang terbuat dari tanah kuning,.
 Sebelum dimasukkan, periok tersebut dibolongkan terlebih dahulu pada bagian bawahnya, hal ini katanya agar tembuni tersebut cepat kering. Setelah periok itu telah diberi lubang, barulah tembuni yang sudah dicuci tadi di masukkan ke dalam periok dengan asam dan garam kasar juga ikut dimasukkan. Dan langkah terakhir bagian penutupnya, ditutupi dengan kain berwarna putih.
Namun, Tembuni tersebut ternyata juga diberi makan. Hal ini saya ketahui saat ada tetangga saya yang mengatakan ingin memberi makan tembuni. Konon katanya ini merupakan salah satu adat suku Bugis.Tembuni tersebut diberi makan selama usia bayi empat puluh hari dan biasa dilakukan pada setiap malam Jum’at. Menurut kepercayaan mereka.,Tembuni adalah kakak dari bayi yang baru lahir tersebut, dan tembuni tersebut juga mempunyai roh. jika tidak diberi makan bisa jadi Tembuni tersebut mengganggu sang bayi yang menyebabkani bayi sering menangis . Selain itu ketika sang bayi tertawa sendiri saat tidur, itu artinya sang bayi tengah bermain dengan kakaknya ( baca: Tembuni) , sebaliknya jika dia nangis tanpa diketahui sebabnya, artinya kakanya itu mengganggunya.
 Memberi makan tembuni tidak sama dengan memberi makan manusia, dan menunya pun bukan empat sehat lima sempurna. Tembuni diberi makan dengan satu butir telur, satu kepal nasi, satu batang rokok sireh,paku, keminting,dan satu batang lilin lebah yang katanya berasal dari sarang lebah.
 Semua barang-barang tadi diletakkan diatas kain putih penutup periok tembuni tadi. Biasanya setelah Tembuni ini diberi makan, si bayi yang tadinya rewel menjadi tidak rewel lagi.Kepercayaan ini ternyata masih berlangsung hingga saat ini, masih ada beberapa orang yang tetap mempertahankan dan mempercayainya. Ini membuktikan bahwa masih ada orang yang tetap mempertahankan tradisi dan adat budaya ditengah kemodernisasi dan globalisasi yang sedikit demi sedikit telah mengikis budaya bangsa.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: