Foto : Dokumen Nanda |
Berawal dari keinginan merasakan suasana empat musim di
Negara Tiongkok, membuat Nanda Lailatul Qadriani memilih mendalami bahasa dan
budaya negeri Tirai Bambu itu. Tak hanya
bahasa mandarin saja yang dipelajarinya, tetapi juga budayanya. Hingga
akhirnya, wanita berjilbab ini mewakili Indonesia di ajang Chinese Bridge
Competition yang diikuti 123 peserta dari 88 negara.
Keinginan Nanda bermula dari cerita seorang guru yang baru
pulang dari negara. “Dulu saya tidak begitu suka film, lagu, juga bahasanya.
Kebetulan ketika SMA ada pembelajaran tentang bahasa Mandarin. Kemudian semakin
berkeinginan untuk mempelajarinya ketika salah satu guru ada yang baru pulang
dari Tiongkok. Guru tersebut banyak bercerita tentang Tiongkok, bagaimana musim
semi disana,” ujar gadis keturunan Melayu ini.
Negara dengan empat musim, yakni musim semi, gugur, dingin,
dan panas ini menjadi cerita paling menarik hati Nanda untuk semakin giat
mempelajarinya. “Saya ingin merasakan suasana empat musim disana. Maka ketika
kelas 3 SMA saya mulai memutuskan untuk lanjut ke program studi (Prodi) bahasa
Mandarin di Universitas Tanjung Pura. Kebetulan prodi tersebut baru dibuka,”
jelas wanita kelahiran Pontianak ini.
Tersesat di jalan yang benar inilah yang dirasakan Nanda
ketika ia memutuskan untuk berlawanan arah dari disiplin ilmu yang diambilnya.
“ Dulu itu ketika SMA jurusan saya khan IPA. Mungkin sudah bosan kali ya dengan
pembelajaran IPA jadi saya putuskan untuk lari ke bahasa. Awal-awal pernah
dimarahi dosen gara-gara pengucapan kosakata yang tidak sesuai meskipun sudah
berkali-kali diajarkan. Tapi saya tipe
orang yang kalau disindir semakin tertantang untuk mematahkan pendapat mereka
tentang saya,” katanya alumni SMAN 3 Pontianak ini.
Benar saja, keputusan Nanda mampu membawanya meraih mimpi.
Wanita 22 tahun itu bisa merasakan indahnya negara Tiongkong. “ Pada tahun ke
dua kuliah, tepatnya tahun 2012 ada kompetisi bahasa Mandarin tingkat
Universitas se Kalbar, Alhamdulillah saya lolos ke tingkat nasional tapi hanya
meraih juara ke tiga,” beber dia.
Keinginnya untuk terbang mewakili Indonesia di ajang bergengsi ini pun semakin kuat. Nanda semakin mempersiapkan diri untuk mengikuti kompetisi di tahun berikutnya. “ Saya mulai mempersiapkan materi, baik dari bahasanya maupun budayanya. Sebab teknis perlombannya, dinilai sejauh mana peserta mengetahui budaya di sana. Alhamdulillah saya meraih juara satu tingkat nasional dan berhak mewakili Indonesia ke ajang Chinese Bridge Competition 2014,” katanya.
Pada ajang lomba bergengsi ini, Nanda hanya berhasil sampai
ke babak Semifinal. “Pada babak semifinal itu saya juara harapan dan juara
favorit bersama lima peserta lainnya untuk babak tersebut,” jelasnya.
Tak berhenti di situ saja, wanita yang hobi membaca ini juga
mendapatkan kesempatan belajar selama 1 semester di Beijing. “ Selama satu
semester lebih kurang 4 bulan saya belajar di Beijing Language And Culture
University Tiongkok. Disana banyak pembelajaran berharga yang didapatkan,” ujar
dia.
Meski demikian, impiannya menikmati 4 musim di negara
tersebut belum terlaksana. “ Waktu itu keburu pulang, jadi hanya merasakan
musim gugur dan dingin. Musim seminya belum bisa dirasakan,” jelasnya.
Kedepan, ia akan terus berupaya mencapai mimpi-mimpinya itu.
Salah satunya bisa melanjutkan studi S2 di Tiongkok. “ Sekarang ini saya baru
menyusun rencana, mempersiapkan banyak hal untuk bisa mendapatkan beasiswa
kesana tetap konsentrasinya ke pendidikan. Cita-cita saya bisa menjadi diplomat
atau membantu negara membangun kerjasama terutama bidang pendidikan. ” pungkasnya.
----
Kesulitan
Awal-awal jelas ada kesulitan ya, sebab saya tidak ada
keturunan chinese. Apalagi baru mulai belajar ketika SMA. Tapi segala hal, tak
hanya bahasa pasti dimulai dari sulit dulu. Baru kemudian menemukan kemudahan.
Ketika kuliah pun saya mengulang dari awal. Untungnya di kelas itu dibaur
dengan teman chinese. Pelan-pelan mulai belajar hingga akhirnya bisa. Itupun
dibantu sama teman-teman juga.
Berapa lama hingga menjadi mahir?
Cukup lama saya bisa lancar berbahasa Mandarin. Sekitar 3
tahun baru lancar. Kadang sudah belajar lupa lagi, makanya sering
mengulang-ulang pembelajaran. Dalam belajar itu dibutuhkan keuletan, keseriusan
dalam belajar. Saya juga ikut les mandarin. Jika ingin belajar bahasanya, kita
juga sebaiknya belajar budayanya. Saya juga pernah ikut menjadi pemain musik
khas chinese.
Apa yang Anda rasakan bisa mewakili Indonesia ke ajang
International?
Surprise sekali rasanya. Sangat senang bisa berkontribusi
untuk negara. Awalnya ketika juara tiga sudah ingin sekali mewakili Indonesia. Saya
bisa menjalin komunikasi dan persahabatan dengan teman teman dari 88 negara.
Apa pengalaman paling menyenangkan?
Saya bisa mengunjungi pusat wisata di Beijing, salah satunya
Tembok Cina. Dulu tidak pernah punya bayangan bahkan impian mewakili sampai ke
negara lain. Tapi ini memberikan pembelajaran bagi saya, semua orang punya
potensi untuk berkembang dan memperlihatkan sesuatu yang lebih dalam diirnya.
Asalkan punyaniat yang tekun dan ulet.
Dukungan keluarga?
Dukungan keluarga sangat besar. Bahkan dari awal keluarga
yang menyarankan masuk prodi mandarin. Sebab melihat prospek ke depan, apalagi
yang non chinnese. Karena dari keluarga mendukung dan saya ada motivasi ke sana
makanya lanjut.
Aktivitas Sekarang?
Aktivitas sekarang lebih banyak ngajar saja. Sekarang ngajar
Bahasa Mandarin di Sekolah Bina Bakti. Kemudian privat bahasa Mandirin juga.
Dulu pernah jadi penerjemah di Kundian Ribao, tapi tidak lama cuma dua bulan.
Tanggapan orang?
Alhamdulllah dapat respon positif. Banyak yang mengagumi
saya, terutama orang chinese. Mereka
heran kok saya bisa bahasa mandarin, mereka agak kaget.
Sosok pendamping Impian
Punya satu visi dan misi yang sama. Saya punya ambisi dan
cita-cita yang besar pengen jadi orang sukses dan penghidupan lebih baik.
Pengennya mendapatkan pendamping yang soleh sehingga mampu membimbing saya ke
arah yang lebih baik. Intinya saya suka yang pintar dan punya tujuan jelas
dalam hidup.
14 April 2015
0 komentar:
Posting Komentar