Permainan ini tidak seperti
layaknya olah raga badminton. Permainan ini dilakukan secara bergiliran tanpa
menggunakan net. Untuk mengganti pemain, salah satunya harus dikenai TES,
semisal jika mereka memberi bola tidak sampai ke garis lawan, atau bola
mengenai wajah, baju , atau menjatuhkan bola keparit, maka pemain yang lain
menggantikan. Meskipun sesekali
terkendala oleh kendaraan yang berlalu lalang.
Hal ini mengingatkan saya ketika masih duduk di
bangku sekolah dasar. Banyak permainan
yang saya dan teman-teman sebaya mainkan, seperti bermain tapok pipit, dan
tapok kaleng. Kedua permainan ini sama-sama harus bersembunyi, bedanya kalau tapok
pipit kita yang kalah harus menjaga di pohon, atau ditiang listrik dll,
sementara kalau tapok kaleng, kita yang kalah bertugas menjaga kaleng yang
sudah disusun berbentuk segitiga ,
jangan sampai dirobohkan.
Selain itu untuk bermain kejar-kejaran
saja banyak jenisnya. Seperti kejar tulas yaitu yang kalah harus mengejar
pemain sampai bisa menyentuhnya, Kejar Tom sebuah permainan kejar-kejaran, jika
si pengejar hampir menyentuh baju pemain
yang lain, maka untuk menyelamatkan diri pemain menyebutkan kata “TOM” artinya
pemain itu menjadi patung dan hanya bisa diselamatkan oleh temannya yang lain
dengan menyentuh tubuhnya sambil mengucapkan kata “TOM” dan pengejar tidak bisa
menangkapnya.
Serta masih banyak permainan
lainnya, seperti galah kepong atau galah hadang , main lompat getah, main lak
atau dakocan , main gambar, main guli, main tepu atau main tebak jumlah , main tabak, main kejar benteng, kejar bulan dsb.
Tapi kini permainan tersebut
telah kehilangan eksistensinya. Permainan itu telah lenyap seiring perkembangan
zaman. Game-game online telah menggantikan ketenaran permainan tradisional ini.
Banyak anak-anak yang menghabiskan waktu permainannya diwarnet, dan tempat penyewaan playstation.
Belum lagi kondisi halaman
bermain yang sudah minim. Bahkan ada beberapa gang atau komplek yang tidak memiliki lokasi
untuk bermain anak-anak. Jangankan untuk bermain, untuk berlalu lalang saja
sudah sangat sempit, apalagi dengan lebar jalan yang hanya setapak.
Dulu ketika saya masih SD, saya
dan teman-teman sering bermain dilapangan sekolah yang berada dilingkungan
tempat tinggal kami. Dilapangan ini kami
menghabiskan waktu bermain, baik itu
ketika sekolah maupun sepulang sekolah. Namun , lapangan tersebut sudah
dibeton, sehingga jika terjatuh akan mudah lecet. Bahkan disekelilingnya diberi
pagar yang cukup tinggi bagi anak-anak, dan membuat mereka sulit untuk bermain
dilapangan tersebut.
Selain itu, kondisi lingkungan
yang sudah jauh berbeda dari zaman dahulu. Setiap malam mulai pukul 18.00 ke
atas, keadaan lingkungan mulai sepi. Anak-anak lebih banyak menghabiskan
malamnya dirumah dengan belajar, dan menonton TV.
Sebenarnya dibeberapa pusat
perbelanjaan seperti di mall-mall yang ada dikota ini telah menyediakan sarana
permainan. Hal ini sebagai solusi untuk tempat bermain anak-anak, tapi saya
rasa itu tidak dapat menggantikan permainan tradisional zaman duhulu. Karena
permainan tradisional ini bisa dilakukan
kapan saja tanpa perlu biaya yang mahal dan mereka dapat bermain dengan
teman-teman mereka.
Pada dasarnya anak-anak itu sangat senang bermain, dengan bermain
mereka bisa bersosialisasi dengan teman sebaya mereka. Beda halnya jika mereka
harus menghabiskan waktu duduk didepan komputer dan Playstation. Tentu tidak
banyak yang dapat mereka lakukan selain menatap layar tersebut. Kendati
demikian kita juga tidak bisa menyalahkan siapa pun, karena itu adalah bagian
dari perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tekhnologi.
0 komentar:
Posting Komentar