Ramadhan Kali Ini



Raut wajah Kek darma tak seperti biasanya.
Tangannya yang sudah tampak mengkriput garis-garis dijidatnya sudah beberapa lapis. Di ulurkannya tangannya menggapai seuah photo yang terpajang indah dididing rumahnya.
Dipandanginya foto ketiga anaknya. Iwan seorang TNI yang bertugas di Perbatasan. Ani Putri keduanya baru bisa pulang tiga hari sebelum lebaran lantaran suaminya masih sibuk dengan pekerjaannya.  Edi, si bungsu satu ini meskipun tinggal bersamanya, tapi ia anak yang pendiam. Meskipun ada dia, tetap saja rumah terasa sepi.
Dulu ia ingin sekali anak-anaknya cepat tumbuh besar, bekerja dan menjadi orang. Ia berkhayal dimasa tuanya, ia berkumpul dengan riuh rendah tawa cucu-cucunya. Sengaja Kek Darma membuat rumah lebih besar. Agar  tidak terlalu sempit jika ada kumpul keluarga pikirnya. Halaman rumanya pun ia buat lebih besar. Ia pikir halamat tersebut sebagai tempat bermain cucu-cunya. Sebab ia khawatir setelah cucunya beranjak kanak-kanak. Ak ada tempat bermain lagi baginya.
Tapi semuanya tidak seperti apa yang diharapkan. Memang ia tidak bisa menyalahkan anak-anak mereka. Bukan pula mereka bermaksud melupakan orang tua. Tapi tuntutan kerja dan tanggung jawablah memaksa mereka seperti itu.
Cucunya yang pernah bahkan sejak usianya masih kecil hingga sudah berusia delapan tahun, hanya beberapa kali saja datang mengunjunginya.
Ha ini terkadang membuat Kek Darma sedih. Terlebih disaat menjelang bulan puasa. Berbeda sekali dengan tetangga sebelah rumahnya. Selalu ramai berkumpul anak-anaknya.
Kek darma teringat saat ia dan keluarganya tinggal di Kampung. Suasana meriah menyambut bulan suci ramadhan. Sore hari menjelang maghrib, anak-anak sudah siap dengan peci dan sarungnya.
Suasana masjid penuh, riuh rendah suara anak meramaikan suasana taraweh dimalam pertama.
“Amiiiiiiinnnnnnnnnnnnnn”, gemuruh suara anak-anak ikut mengaminkan bacaan imam. Bahkan ada juga yang lebih lama membaca amin. Entah tak sengaja atau malah disengajakan.
Pulang dari Taraweh, lagi anak-anak berebutan keluar pintu masjid. Untunglah saat itu tidak banyak yang menggunakan sandal . Sehingga tidak ada keributan memperebutkan sandal.
Puasa pertama terasa bermakna disaat Nek Imah, istri Kek Darma membuat kolak pisang dicampur dengan ubi rambat.Kolak kesukaan Kek Darma, apalagi menggunakan santan yang kental.  Sengaja Nek Imah memasak kolak itu lebih banyak,sebab sebagian akan dibagikan dengan tetangganya. Begitulah tradisi di Desa.
Sementara Kek Darma mengambil buah mbacang di kebun yang kebetulan sedang musim. Buah Mbacang begitu orang kampung Kek Darma menyebutnya. Buah Mbacang itu seperti buah mangga, namun seratnya lebih banyak. Jika mengirisnya tidak boleh terbalik, sebab jika terbalik  buah tersebut hanya akan berserabut.
Oleh Kek Darma, Buah Mbacang dikupas kulitnya , lalu dicincang-cincang halus. Setelah itu diberi air santan dan gula, kemudian dimasak sebentar. Jadilah aek serawe ala Kek Darma.
Setengah jam sebelum waktu berbuka puasa. Biasanya Kek Darma sudah menyetel radio bututnya. Radio itu sengaja diputarnya setngah jam sebelumnya  sebab untuk mencari gelombang radio yang bersih terdengar suara perlu waktu yang lama.
“dukk—dukkkk---dukkkkkk”, suara beduk azdan maghrib sudah dibunyikan, menyusul suara muazzin yang mengumandangkan adzannya.
“Allahu Akbar-Allahu Akbar” Suara adzan dari speaker radio terdengar meski agak kusut.
“Udah adzan, udah adzan dah, buka puase”, teriak Iwan dan Edi , saat mendengar adzan dari radio ayahnya. Saat itu meski hanya radio butut. Hanya Kek Darmalah yang memiliki radio. Sementara Adzan suara dari masjid tidak kedengaran, karena belum menggunakan pengeras suara.
Kek Darma , istri dan Ketiga anaknya sudah siap didepan tudung saji.
“allahumma lakasumtu, wabika amantu, wa’ala riqika afthartu birahmatika yaa arhamar rahimin”, Terdengar Iwan membacakan do’a berbuka puasa.
Sungguh nikmat buka puasa hari ini. Kolak dengan air serawe. Ditambah agar-agar, goreng pisang serta klepon dari tetangga.
Tak terasa air mata Kek Darma menetes membasahi wajahnya yang sudah tua.  Ingin rasanya ia mengulang masa-masa indah itu. Meski mereka tinggal dikampung, menyambut  ramadhan selalu suka cita. Semua keluarganya berkumpul.
Hari ini, puasa pertama, lagi Kek Darma harus menjalaninya dengan istri dan Edi. Meski begitu waktunya ia habiskan untuk perbanyak ibadah. Ia isi dengan tadarusan disetiap habis shalat.
“Assalamu’alaikum”, terdengar bunyi suara salam seorang anak kecil.
Sambil mengusap air matanya, Kek Darma melihat ke arah sumber suara.
“Izzra? Mana ayah dan ibumu”,
“Itu Kek “, jawab Izzra.
Rasa senang bercampur bahagia menyelimuti hati Kek Darma. Baru saja ia mengingat masa lalunya bersama buah hatinya. Kini ia melihat Iwan datang bersama istri dan anaknya. Iwan memang sengaja tak mengabari kepulangannya. Memang ia pulang mendadak. Kebetulan ia mendapatkan tugas ke daerah asalnya. Jadi, iapun tak ingin melepaskan momen itu, ia tak ingin menyia-nyiakan waktunya. Maka, diajaknya istri dan anaknya ke tempat orang tuanya. Sementara Kek Darma pun asyik bermain dengan Izzra. Sungguh rindu yang terobati.
















Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: