Buah Rambai, Pesonamu Kini???

Dari kejauhan, Kak Uun membawa sebuah kantong. Seperti biasa, ibu yang baik hati ini sering membawakan sesuatu ke ruangan untuk kami nikmati bersama. Kantong berukuran sedang itu tak begitu menarik buatku. Aku pikir kalau bukan gorengan, mungkin langsat. Sementara aku sedang membatasi kedua makanan itu. Ya cuma membatasi, sebab aku tak yakin bisa menghindari sepenuhnya.

"Ini saya bawakan,,," ucapnya seraya mengeluarkan isi kantong tersebut.
"Widiihhhh sedap Kak Uun," spontan saja ku berucap melihat apa isinya.

Berbentuk lonjong, bewarna kuning agak kecoklatan. Seperti langsat, tetapi tidak semanis rasanya langsat. Aku langsung mendekati buah tersebut. Rasanya manis asam menguraikan kerinduanku yang sudah bertahun-tahun tak menikmati sedapnya buah ini.

Entah orang kampung lain menyebutnya apa.  Di kampung ku orang menyebutnya buah rambai. Buah yang pohonnya besar, seperti buah langsat. Tumbuhnya menjuntai ke bawah, satu tangkai berisi beberapa buah rambai.

Entah berapa tahun sudah tak menikmati buah ini. Sudah cukup sulit menemukannya. Heran juga kenapa masyarakat tak banyak yang menyukai. Mungkin karena rasanya yang asam dan sedikit manis itu membuatnya berada di deretan buah terbawah. Berbeda dengan saudara sepupunya, langsat lebih populer ketika musimnya.

Dulu seingat saya sekitar 10 tahunan yang lalu, buah ini masih mudah dijumpai, terutama di kampung saya, di Kabupaten Mempawah. Setiap langsat berbuah, tak lama rambai pun berbuah. Bisa banyak pilihan, selain buah durian dan rambutan.

Tampaknya nasibnya jauh lebih buruk dengan si raja buah, durian. Meskipun banyak orang di kampungku menebang pohon durian, tetapi masih ada barang dua atau tiga di setiap kebun. Tetapi rambai? sudah sedikit lagi, bahkan tak terdengar keributan orang memanjatnya.

Entah sejak kapan ini bermula, orang-orang di kampung juga senang menebang pohon. Bila pohon durian di tebang karena buah yang dihasilkan tak lagi banyak, bahkan kualitasnya sudah tak sebagus dulu. Batang pohon tersebut dapat di belah untuk di jadikan kayu dan papan. Sementara pohon rambai?? entah untuk apa. Barangkali dipotong kecil-kecil menjadi kayu bakar.

Aku khawatir, generasi berikutnya tak lagi mengenal yang namanya buah rambai. Buah yang ketika memakannya bisa sambil bermain. Ah, bicara ini jadi merasa muda, #eh. Saat memakan buah rambai, aku dan teman-teman kerap menjadikan isi buah rambai sebagai balon. O iya, buah rambai itu seperti buah langsat, tetapi isinya lebih besar. Satu biji ada tiga kadang juga cuma dua. Berbeda dengan buah langsat, buah rambai lebih banyak airnya. Maka itu dia lebih menggelembung.

Cara memainkannya itu dengan menggigit bagian pangkal isi buah rambai. Kemudian mengeluarkan isinya, lalu kulitnya ditiup. Jadilah gelembung. Kalau sudah bergelembung, kadang di tepuk lagi biar pecah. Seru menurutku masa itu.

Cara ini pun saya jelaskan kepada Arana, anak salah satu teman. Di usianya yang sudah menginjak 10 tahun kira-kira, dia baru sekali itu makan buah rambai. Tuh khan, betul. Dia terlihat asyik menikmatinya. Bahkan setangkai sengaja diberikan untuknya agar di bawa pulang. Tentu saja, terlalu banyak makan yang asam, khawatir sakit perut.

Memang, dibanding buah langsat, kehadiran buah rambai ini tidak begitu diminati. Buktinya meski sudah beberapa jam, tetap saja masih tersisa banyak di meja. Sementara aku ingin sekali mencicipi semuanya. Sayang, kondisi badan tak lagi memungkinkan.

Buah rambai, tentu masih ada di beberapa tempat. Tapi ia terpaksa terasingkan dengan kenikmatan buah lain. Parahnya lagi ia harus rela dimusnahkan, karena keberadaannya tak lagi diakui. Harga jual yang kian rendah. Sebab orang tak banyak suka. Lagi-lagi ini karena selera. Meski sebenarnya ini aset bangsa. Aku jadi berpikir, apa mungkin dulu ada banyak buah lain yang tak ku ketahui. Nasibnya sama seperti buah rambai. Hilang.



Sabtu (16/16)
Pontianak. 




Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Udah lamak lah tadak pernah makan buah rambai, seingat saye ketika masih SMA dulu pernah makannye, skrg payahnya.