Istri dimata Pangdam XII/Tanjungpura Mayjen TNI Toto Rinanto :
"Istri tentu saja pendamping yang luar biasa. Ia berperan
penting dalam membimbing keluarga. Dia juga sering mengingatkan saya dalam
urusan ibadah. Sejak dulu, saya dan istri selalu menjalin komunikasi melalui
surat maupun radio telekomunikasi dinas. Apalagi ketika saya harus pergi
menjalankan tugas dan meninggalkannya dalam waktu lama. Kalau saya datang, anak
saya manggilnya om. Kalau sudah tugas jauh, saya suka rindu kecerewetan istri
saya. Saya sering minta saran istri, termasuk ketika ingin membelikan sesuatu
buat anak. Kadang dia larang, takut nanti tidak mendidik. Dia juga orang yang
tegas. Bagi dia anak itu jangan selalu dikasih materi, tetapi dibina dengan
komunikasi."
Foto : Shando Safel/ Pontianakpost |
Mendampingi suami yang bertugas sebagai seorang prajuri TNI
memiliki kesan tersendiri bagi Connie Ukon Sangkaningrat. Istri dari Pangdam
XII/ Tanjungpura, Mayjen TNI Toto Rinanto itu telah 30 tahun mendampingi sang
suami dalam senang maupun susah. Berpindah satu daerah ke daerah lain juga
dialami oleh Connie demi bersama suaminya.
Pernikahannya Connie dengan
Mayjen TNI Toto Rinanto dikarunia dua orang anak perempuan dan satu anak
laki-laki. Kedua anak perempuan mereka ini pun telah menikah. Sementara yang
kecil masih sekolah SMA. Kini pasangan yang menikah sejak tahun 1985 itu telah
dikarunia 2 orang cucu ini.
Kepada For Her, Connie berbagi cerita awal perkenalannya
dengan sang suami. “Saya kenal sama Bapak itu karena dikenalin seorang teman.
Ada teman saya yang ikut ayahnya tugas di Pontianak. Kemudian saya dikenalin
sama Bapak,” terangnya.
Sejak perkenalan itu, hubungan Connie dan Toto terus berlanjut
dan semakin akrab. Meski keduanya terpisah jarak antara Jakarta dan Pontianak.
“Saat itu saya tinggal di Jakarta, sementara Bapak SMA-nya khan di Pontianak,”
katanya.
Sama-sama lulus SMA, komunikasi keduanya terus terjalin
hingga keduanya memutuskan untuk menikah. “ Ketika lulus SMA, Bapak melanjutkan
ke Taruna. Tapi karena sudah takdir dari Allah, kami pun dipersatukan ke
pernikahan,” ujarnya mengenang masa lalu.
Sejak awal menikah, Connie sudah menyadari betul konsekuensi
sebagai istri seorang prajurit. Ditinggal lama untuk menjalankan tugas menjadi
salah satu resiko yang harus ia terima dengan ikhlas. “Namanya perkawinan itu
khan pilihan. Harus ada komitmen,
termasuk dalam menjalankan suka dukanya sebagai seorang istri prajurit,”
jelasnya.
Ia pernah ditinggal sang suami 4 tahun lamanya. Saat itu Toto harus menjalankan
misi negara di Timor-timor. “ Kadang juga suami saya harus pergi setahun,
pulang hanya sebulan, terus pergi lagi setahun, pulangnya hanya sebulan. Begitu
memutuskan menikah, saya harus bersyukur. Saya berusaha melandasi rumah tangga
dengan keimanan dan ketakwaan. Saya yakin dengan kepatuhan terhadap Tuhan, kami
bisa menjalani komitmen dalam rumah tangga,” katanya.
Connie juga harus belajar mengolah keuangan rumah tangga.
“Dulu gaji Bapak 150 ribu. Saya dulu pakai amplop terus dipisah-pisah untuk
belanja harian ,bulanan, dan biaya tak terduga. Tetap dua setengah persen saya
sedekahkan,” katanya.
Di era yang tak secanggih saat ini, tentu saja berada jauh
dengan pasangan membuat Connie merasa khawatir. Terlebih ketika sang suami
harus pergi menjalankan tugas yang mempertaruhkan jiwa dan raga sebagai seorang
prajurit. Ia pun berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan suaminya dengan
cara berkirim surat. “ Dulu itu komunikasi zaman dulu pakai surat. Kadang
menggunakan radio komunikasi dinas. Yang jelas asuransiin segala sesuatu pada
Tuhan. Jalani hidup dengan ikhlas dan bersyukur,” ungkapnya.
Tak hanya kepada suami, ia juga memanfaatkan media surat
untuk menjalin komunikasi dengan keluarganya di Jakarta. “ Kalau saya pindah
daerah, seperti di Magelang, saya biasa berkirim surat dengan ayah saya. Sebab
kalau istri prajurit khan tidak bisa bebas, harus izin kalau mau kemana-mana,”
beber wanita yang pernah menimba ilmu
pendidikan di sekolah rakyat yang
memanfaatkan batu atau sabak sebagai bukunya sedangkan grip sebagai penanya.
Sebagai seorang istri, mendampingi suami menjadi salah satu
kewajiban. Inilah kenapa dirinya memilih turut serta kemanapun suami dipindah
tugaskan bila itu memungkinkan. “ Jika boleh membawa keluarga, maka kemanapun
saya ikut suami saya. Meskipun anak harus ikut pindah-pindah sekolah. Anak saya
itu ada yang SD-nya enam kali pindah sekolah,”
Meski kasihan terhadap anaknya yang sering pindah sekolah,
tetapi hal ini dilakukan oleh Connie untuk terus menciptakan keharmonisan dan
kedekatan dalam keluarganya. “ Kalau mikir anak ya kasihan. Kalau anak di
Jakarta, tapi kalau ada apa-apa sama papahnya, ya kasihan anak-anak juga. Jadi
saya putuskan untuk memboyong anak-anak kecuali ada operasi seperti di
Tim-tim,” pungkasnya.
Rahasia terlihat tetap cantik?
Saya ini khan seumuran dengan suami. Usia saya sudah 54
tahun. Jadi penampilan tetap harus dijaga. Saya juga suka kalau melihat ibu-ibu
bisa tampil cantik. Saya hanya rajin cuci muka saja. Tidak harus menggunakan
produk yang mahal. Terus karena tinggal di daerah tropis saya gunakan sunblok.
Agar tidak timbul flek hitam. Namanya perempuan ya kadang-kadang saya perawatan
di salon. Tetapi lebih sering perawatan dirumah.
Hobi Anda
Sejak dulu saya suka menulis agenda harian. Saya menuliskan apa kegiatan saya dari pagi
sampai malam. Tadi saya ngapain, atau tadi kok sikap saya seperti ini, harusnya
begini. Jadi itu saya tulis. Selain itu saya juga suka dekorasi rumah. Suka
ganti suasana ruangan. Mindahin kursi, posisi tempat tidur. Saya senang kalau
ruangan itu tampak suasana kekeluargaannya.
Kesan selama ikut tugas?
Paling berkesan ketika saya melahirkan anak ketiga di
Nabire, Irian Jaya. Saat itu usia saya 37 tahun. Ketika di sarankan suami untuk
melahirkan di Jakarta saya menolak. Saya yakin dimana saja kalau Allah
berkehendak, akan selamat. Saya menyerahkan sepenuhnya pada Allah.
Alhamdulillah anak saya lahir dengan bantuan bidan. Sebab disana tidak ada
dokter spesialis,”
Membangun Pola asuh
Saya dan suami mengajarkan anak untuk saling terbuka. Apa
yang mau disampaikan, sampaikan. Seperti anak kedua yang milih sekolah di
Jakarta, kami menyetujuinya dan bilang ke dia, langkahnya adalah cerminan
keluarga. Saya juga menempel tulisan jika sayang sama orang tua, shalat dan
berdoalah. Makanya di setiap kamar itu ada tulisan itu. Selain itu juga membangun
kedekatan dengan anak dengan cara membiasakan pelukan, saya cium anak, anaknya
cium papahnya, itu hal biasa di keluarga kami. Kalau saya ada salah, saya minta
maaf dengan mereka. Kadang juga seperti sahabat kepada anak.
Peran Anda kepada Persit?
Semua sudah ada program kerja, azas Persit itu khan
kekeluargaan. Dalam kepemimpinan itu. saya gayanya begini, kita rangkul
anggota. Saya tidak mau ditakuti tapi semua atas dasar kesadaran dan keikhlasan.
Pada dasarnya semua pemimpin sama uintuk kebaikan, hanya saja gayanya yang
berebeda.
0 komentar:
Posting Komentar