Gafatar, Mirna, Sarinah Susul Menyusul Raih "Kepopuleran"

"Anak-anak mereka menjadi korban yang butuh perhatian khusus dalam peristiwa ini. Mereka yang tak tahu menahu, harus merasakan pedihnya kehidupan. Entah apa yang mereka pikirkan, entah bagaimana orang tua mereka menenangkan. Sementara kehadiran mereka tak diharapkan."




Persoalan yang berkaitan dengan masyarakat seperti tak ada habisnya. Awal tahun saja, persoalan saling susul menyusul seperti balapan. Baru saja dihebohkan hilangnya dokter Rica dan anaknya, masyarakat kembali di usik dengan berita kematian perempuan bernama Mirna di sebuah kafe.

Belum kelar polisi mengungkap kasus kematian Mirna, kembali mencuat berita dokter Rica bergabung dengan Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) yang meresahkan warga. Ketenangan belum saja kembali, terjadi peristiwa mengejutkan di Jakarta, tepatnya dikawasan Sarinah. Terjadi peledakan bom, dan penembakkan.

Meskipun Januari hampir lewat, berita ini masih terus mengisi ruang informasi publik. Pemberitaan tentang peristiwa tersebut masih ada. Usai Gafatar, Mirna kembali diberitakan, menyusul teroris di Sarinah. Begitu pemberitaan saling tukar menukar.

Lantas apa efeknya? Tentu banyak sekali efek dari peristiwa tersebut. Pada kasus Dokter Rica yang hilang, masyarakat jadi tahu Gafatar yang sebenarnya sudah lama ada. Bahkan ada yang mengaku mantan anggota. Pada kelanjutnya, terjadi pengusiran seperti yang terjadi di Mempawah. Desakan masyarakat semakin kuat, dari sekedar ancaman hingga pembakaran dan pengusiran.

Tak cukup sampai disitu saja, pemerintah ikut kewalahan. Terutama menempatkan warga yang telah terusir dari tempat tinggalnya. Sementara di tempat baru, masyarakat tak ingin menerima mereka. Khawatir ancaman yang sama. Disisi lain, banyak pula yang prihatin dan iba, bagaimana nasib mereka. Muncul ragam aksi yang tulus dari hati. Berharap mereka diperlakukan dengan hati nurani.

Masih belum cukup juga, anak-anak mereka menjadi korban yang butuh perhatian khusus dalam peristiwa ini. Mereka yang tak tahu menahu, harus merasakan pedihnya kehidupan. Entah apa yang mereka pikirkan, entah bagaimana orang tua mereka menenangkan. Sementara kehadiran mereka tak diharapkan.

Bagaimana anak itu tumbuh nantinya, disaat memorinya terkenang peristiwa menyakitkan. Mereka pasti inginkan ketenangan. Meski itu hanya sebuah angan. Tangisan menjadi teman, sementara ingin melawan tak ada kemampuan.

Salahkah yang mengusir? Tulisan ini tak ingin menghakimi. Pengusiran yang terjadi tentu punya maksud.Tentu punya tujuan. Satu diantaranya inginkan ketenangan. Terlebih beragam kabar diperdengarkan, bahwa gerakan tersebut mengandung kesesatan. Masyarakat tentu enggan, semakin banyak warga yang menjadi korban. Ironisnya, tak ada pilihan, selain pengusiran. Pemerintah pun menjadi bimbang. Kesana kemari bingung menetapkan tujuan. Entah sampai kapan hal ini bertahan. Semoga menemukan solusi demi kebaikan.

Lalu bagaimana kasus Mirna?

Sedikit berbeda dengan kasus diatas. Kasus Mirna memang menarik hati publik karena penasaran apa sebenarnya yang terjadi. Hanya menyeruput kopi, kematian bisa terjadi. Jelas itu takdir Illahi, tapi tentu ada hal lain yang melatarbelakangi?

Dugaan demi dugaan bermunculan. Kafe tempat dia minum kopi pun mendapatkan tuduhan. Teman yang duduk bersamanya pun ikut di periksa. Masyarakat pun beropini macam-macam. Bahkan ada yang mengira peristiwa ini karena ada hubungan segitiga diantara mereka. Ah entahlah, biarkan pihak Kepolisian yang menjalankan tugasnya. Membongkar dalang dibalik itu semua.

Efeknya, masyarakat jadi familiar dengan yang namanya Sianida. Dari berbagai sumber menjelaskan bahwa sianida merupakan racun yang efeknya cepat dan berpotensi mematikan dengan bentuk berupa gas maupun bubuk kristal. Kedua bentuk sianida tersebut dapat mematikan dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Ketika sianida masuk ke dalam tubuh, bahan kimia ini akan mencegah sel-sel tubuh menggunakan oksigen. Jadi ketika hal ini terjadi, sel-sela akan mati. Sianida paling berbahaya bagi jantung dan otak dibandingkan organ lain. Hal ini disebabkan kedua organ tersebut menggunakan banyak oksigen.

Bagaimana dengan Peristiwa Bom di Sarinah?

Kejadian ini juga tak kalah hebohnya. Untuk kali pertama kita bisa menyaksikan masyarakat di Jakarta bisa menonton langsung aksi peledakkan bom. Bahkan ada yang sempat mengabadikan lewat gedget mereka. Malangnya, ada beberapa orang yang menjadi korban, termasuk pelaku teror tersebut.

Uniknya, bukannya merasa ketakutan. Tetapi muncul aksi di media sosial dengan #kamitidaktakut. Ini tentu ada baik buruknya. Kami tidak takut, berarti siap dengan segala resiko. Termasuk ketika ternyata diantara mereka ada pelaku teror lain. Kami tidak takut bisa berarti Indonesia baik-baik saja. Melakukan teror di Indonesia itu sia-sia saja. Kami tidak takut bisa pula berarti, bahwa kematian bisa direnggut kapan saja.

Masyarakat sepertinya enggan atau tidak mau tahu atau malah tak ingin tahu siapa, dan dari kelompok mana para teroris ini. Entah ini karena banyaknya rumor yang beredar, ada yang tersudutkan, bahkan ada yang merasa ini campur tangan dari kepentingan. Itulah sebabnya, yang menjadi populer bukannya para teroris, melainkan tukang sate yang berjualan di dekat peristiwa yang terjadi. Entah karena tidak takut, atau memang terpaksa berjualan karena modal terlanjur sudah keluar. Bila sate tak laku, bagaimana mengembalikan modal untuk berjualan esok harinya.

Kepopuleran juga tersematkan pada polisi yang dianggap ganteng bernama Teuku Arsya Khadafi, dan aksi heroiknya yang menakjubkan. Meskipun itu digambarkan hanya sebuah foto yang sempat diabadikan.  Entah sampai kapan peristiwa ini berakhir. Tentu saja masyarakat inginkan kedamaian. Inginkan kebaikan demi ketenangan dan kenyamanan. 


Pontianak, 20 Januari 2016
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Apaan nih mar.. gak ngerti aku