Resensi Buku
Inspirasi dari Jusuf Manggabarani
Oleh: Marsita Riandini
Judul Buku : Jusuf Manggabarani Cahaya Bhayangkara
Penulis : Nur Iskandar
Editor : Murizal Hamzah
Penerbit : PT. Borneo Tribune Press
Tahun Terbit : 2011
Harga : Rp.75.000
Jusuf Manggabarani Cahaya Bhayangkara
adalah sebuah buku biografi salah seorang yang memiliki peranan penting di
POLRI. Beliau adalah Bapak Jusuf Manggabarani.
Biografinya di tulis mulai dari kelahiran beliau hingga beliau menjabat
sebagai Wakapolri. Buku ini ditulis berdasarkan fenomena yang muncul dimasyarakat
dengan citra kepolisian yang semakin tidak baik. Untuk itu Panitia dalam
pembuatan buku ini memiiki tujuan jelas bahwa ada sosok polisi yang layak
dijadikan cermin, terutama dihadapkan pada tantangan tugas Polri yang demikian
berat dengan carut marutnya hukum di Indonesia. Dan, sosok polisi itu tercermin
dalam diri Jusuf Manggabarani. Buku ini diluncurkan bertepatan
dengan waktu purna tugasnya Jusuf Manggabarani sebagai Wakil Kepala Kepolisian.
Pak Jusuf Manggabarni bukanlah sosok yang suka di idola-idolakan , apalagi di dewa-dewakan. Sebab, di dalam kenyataannya beliau enggan di kultuskan. Beliau mempunyai jiwa dan semangat kebersamaan serta kekeluargaan tanpa kehilangan esensi Tribrata.
Alasan pemberian judul Jusuf
Manggabarani Cahaya Bhayangkara, Cahaya muncul dari sumber energi yang
menerangi kegelapan. Cahaya adalah manfaat bagi siapa saja yang berada di dalam
kegelapan. Jusuf menjadi
simbol polisi yang tumbuh dan berkembang walaupun di mutasi di mana saja karena
sumber spiritnya berakar jauh di dalam hati nurani. Ia mengemban tugas sejak lulus Akabri pada
tahun 1975 hingga wakapolri dengan menebar aura, cahaya bayangkara. Bhayangkara adalah sebuah kata yang
berarti pasukan ( baca:polisi) pilihan. Tentang sebesar
apa cahaya Bhayangkara Jusuf Manggabarani selama mengemban tugas bergantung
dari tafsir orang-orang yang berhadapan dengannya. Bisa jadi dia matahari,
bulan, bintang, pelita atau hanya lentera saja. Hal tersebut tergantung dari
interaksi antara Jusuf dengan “anggota”
semua itu tercermin lewat secercah kisah yang mampu penulis gali melalui
wawancara .Membaca publikasi media. Baik media cetak maupun media elektronik. Dari informasi tersebut maka terekam
jejak Jusuf Manggabarani yang tanpa pandang bulu menindak kepada siapa saja.
Baik kopral, jenderal, atau keluarga.
Jusuf
Manggabarani lahir di Gowa ( Makassar) pada Rabu . 11 Februari 1953 ( 26
Jumadil Awal 1772 H) dari ayah bernama Andi Hasan Manggabarani dan Ibu Andi Mani
Intan. Ia merupakan putra kelima dari 12 bersaudara. Jusuf Manggabarani merupakan keturunan Bangsawan Makassar. Di depan namanya
tersembunyi ada kata Andi, atau secara kultural ditambah Andi. Begitu pula dengan nama Manggabarani adalah
anak zaman yang tercatat dengan tinta emas di abad ke 18 Sulawesi Selatan
sebagai keturunan Bangsawan. Ishak Manggabarani adalah kakeknya Jusuf
Manggabarani yang merupakan sosok panglima perang yang gagah berani. Walaupun
ayahnya, Andi Hasan seorang Bupati, tapi beliau tetap dididik dengan
keteladanan dan kedisplinan sehingga hal itu terbentuk dalam prilakunya saat
menjadi aparat pemerintahan yakni jujur dan adil. Ini juga menjadi salah satu
alasan bahwa Jusuf Manggabarani lahir dari bibit rendah hati dan bertanggung jawab.
Wajar saja bila dalam perjalanannya beliau mampu melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Dikenal sebagai spesialis konfllik, berhasil mengamankan
peperangan antar etnis di Kalbar, Sampit dan beberapa tempat lainnya.
Siapa sangka Jusuf
Manggabarani saat menjadi Wakapolda, ia juga belum memiliki rumah sendiri. Namun
ia tetap memegang prinsipnya tangan
kanan memberi tangan kiri tidak tahu. Ia banyak membantu anak-anak buahnya
dalam kesusahan. Selain itu, dibalik
seragam Brimobnya beliau terkesan galak
dan sangar ,ternyata Pak Jusuf Manggabarani terkenal dengan sifatnya yang
maroca sehingga ia dipanggil Oca dikalangan keluarganya. Pak Jusuf merupakan
teladan bagi banyak orang. Sosok Polisi yang mampu mempertahankan prinsip
kehidupannya hingga masa Purna jabatannya menjadi Wakapolri.
Kewibawaan yang
terpancar dari wajah Pak Jusuf manggabarani yang gagah berani sudah bisa kita
lihat dari cover buku ini. Buku ini juga terselip selembar erata atau
ralat terhadap kata-kata yang mengalami
kekurangan huruf, atau kesalahan kata. Hanya saja buku ini terlalu berat
sehingga antara cover dan isinya mudah terlepas. Jika dibaca saat malam hari, tulisannya
seakan memantulkan cahaya yang sangat mengganggu saat membacanya.
Cara penulis
menyampaikan cerita mengenai Jusuf Manggabarani sangat bertutur. Artinya ketika
membaca buku ini seakan penulis bercerita kepada pembaca. Sehingga pembaca
begitu mengalir dalam kisah-kisah perjalanan Jusuf Manggabarani. Begitu pula
saat kisah Jusuf Manggabarani diceritakan oleh teman, rekan, dan keluarga
melalui Apa Kata Mereka, disitu kita
juga seperti diceritakan langsung oleh mereka-mereka yang mengenal Pak Jusuf
dengan gaya bahasa yang berbeda.
Selain itu buku
ini tidak hanya menyampaikan hal ikhwal tentang Jusuf Manggabarni, tetapi ada ilmu
pengetahuan lainnya yang juga tersampaikan. Sehingga pembaca menikmati kisah
itu secara meluas. Seperti bagaimana penulis menceritakan nama Manggabarani
yang kemudian di telaah dari keturunan kakeknya hingga pada sekilas cerita
tentang kerajaan Gowa . Ada unsur pengetahuan sejarah di dalamnya. Kita bisa
belajar dari cara orang tua Pak Jusuf Manggabarani, merawat kedua belas
anak-anak mereka yang setelah dewasa kesemuanya “Jadi Orang”. Meski ayahnya pejabat
tapi kehidupan mereka jauh dari kemewahan. Tetap mengajarkan anak-ankanya
mengenai teladan dan kedisiplinan. Mengenai kesatuan Brimob juga dijelaskan dalam bab khusus yang sungguh
menarik untuk dibaca. Kita menjadi lebih dekat dengan Brimob yang selama ini
terkesan galak dan sangar.
Kisah perjalanan
Jusuf Manggabarani sangat Inspiratif, bagaimana sosok Jusuf Manggabarani dengan
sikap, perkataannya sarat dengan inspiratif bagi para pembaca.
“Semakin lama
saya disini , semakin bodoh saya jenderal”.
Beliau sosok
pemimpin yang tidak ingin berhasil sendiri , ia malah memikirkan nasib anak
buahnya. Sehingga Jusuf manggabarani menolak kenaikan pangkat luar biasa saat
berhasil menjalankan tugas di Tim-Tim, malah memilih untuk bersekolah. Sempat terjadi
ketegangan di kalangan anak buah .
“Komandan
mengapa menolak kenaikan pangkat kehormatan? Apa komandan takut kami saingi?”
“Ha! Sampai
tuapun kalian tidak akan bisa mengalahkan saya tahu, kalian baru satu
garis di bawah, saya sudah di atas
pundak. Jangan bodoh kamu, kalau kamu sekolah, maka dua sampai tiga langkah ke
depan bisa kamu dapatkan. Sekali mendayung dua sampai tiga pulau terlewatkan.
Jelas!”
Hal ini membuat
anak buahnya merasa sadar akan kesalahan mereka dan menghukum diri mereka
sendiri.Prinsip beliau, kalau seorang polisi berbuat jujur dan adil dan
kasus-kasus tidak diuangkan tidak akan ada masalah.Asal tidak menyeleweng,
tidak perlu takut dengan siapapun. Kecerdasan
Jusuf Manggabarani bukan hanya kecerdasan intelektual , tapi juga kecerdasan
Spriritual yang berdampak sosial. Ini menginspirasi tidak hanya bagi kalangan
Polri tapi kita semua untuk menjadikan perangai kita jujur,agamis dan adil.Hidup
dengan kesederhanaan namun tetap peduli pada mereka yang membutuhkan. Patuh
pada pimpinan, dan taat pada Tuhan.
1 komentar:
buku jusuf ini buku pertama dia??
Posting Komentar