Resensi Buku Inspirasi dari Jusuf Manggabarani


Resensi Buku
Inspirasi dari Jusuf Manggabarani
Oleh: Marsita Riandini
Judul Buku      : Jusuf Manggabarani Cahaya Bhayangkara
Penulis             : Nur Iskandar
Editor              : Murizal Hamzah
Penerbit           : PT. Borneo Tribune Press
Tahun Terbit    : 2011
Harga              : Rp.75.000
Tebal               :444 halaman

Jusuf Manggabarani Cahaya Bhayangkara adalah sebuah buku biografi salah seorang yang memiliki peranan penting di POLRI. Beliau adalah Bapak Jusuf Manggabarani.  Biografinya di tulis mulai dari kelahiran beliau hingga beliau menjabat sebagai Wakapolri. Buku ini ditulis berdasarkan fenomena yang muncul dimasyarakat dengan citra kepolisian yang semakin tidak baik. Untuk itu Panitia dalam pembuatan buku ini memiiki tujuan jelas bahwa ada sosok polisi yang layak dijadikan cermin, terutama dihadapkan pada tantangan tugas Polri yang demikian berat dengan carut marutnya hukum di Indonesia. Dan, sosok polisi itu tercermin dalam diri Jusuf Manggabarani. Buku ini diluncurkan  bertepatan dengan waktu purna tugasnya Jusuf Manggabarani sebagai Wakil Kepala Kepolisian.

Pak Jusuf Manggabarni bukanlah sosok yang suka di idola-idolakan , apalagi di dewa-dewakan. Sebab, di dalam kenyataannya beliau enggan di kultuskan. Beliau mempunyai jiwa dan semangat kebersamaan serta kekeluargaan tanpa kehilangan esensi Tribrata.
Alasan pemberian judul Jusuf Manggabarani Cahaya Bhayangkara, Cahaya muncul dari sumber energi yang menerangi kegelapan. Cahaya adalah manfaat bagi siapa saja yang berada di dalam kegelapan. Jusuf menjadi simbol polisi yang tumbuh dan berkembang walaupun di mutasi di mana saja karena sumber spiritnya berakar jauh di dalam hati nurani.  Ia mengemban tugas sejak lulus Akabri pada tahun 1975 hingga wakapolri dengan menebar aura, cahaya bayangkara. Bhayangkara adalah sebuah kata yang berarti pasukan ( baca:polisi) pilihan.  Tentang sebesar apa cahaya Bhayangkara Jusuf Manggabarani selama mengemban tugas bergantung dari tafsir orang-orang yang berhadapan dengannya. Bisa jadi dia matahari, bulan, bintang, pelita atau hanya lentera saja. Hal tersebut tergantung dari interaksi  antara Jusuf dengan “anggota” semua itu tercermin lewat secercah kisah yang mampu penulis gali melalui wawancara .Membaca publikasi media. Baik media cetak maupun media elektronik. Dari informasi tersebut maka terekam jejak Jusuf Manggabarani yang tanpa pandang bulu menindak kepada siapa saja. Baik kopral, jenderal, atau keluarga.
Jusuf Manggabarani lahir di Gowa ( Makassar) pada Rabu . 11 Februari 1953 ( 26 Jumadil Awal 1772 H) dari ayah bernama Andi Hasan Manggabarani dan Ibu Andi Mani Intan. Ia merupakan putra kelima dari 12 bersaudara.  Jusuf Manggabarani merupakan  keturunan Bangsawan Makassar. Di depan namanya tersembunyi ada kata Andi, atau secara kultural ditambah Andi.  Begitu pula dengan nama Manggabarani adalah anak zaman yang tercatat dengan tinta emas di abad ke 18 Sulawesi Selatan sebagai keturunan Bangsawan. Ishak Manggabarani adalah kakeknya Jusuf Manggabarani yang merupakan sosok panglima perang yang gagah berani. Walaupun ayahnya, Andi Hasan seorang Bupati, tapi beliau tetap dididik dengan keteladanan dan kedisplinan sehingga hal itu terbentuk dalam prilakunya saat menjadi aparat pemerintahan yakni jujur dan adil. Ini juga menjadi salah satu alasan bahwa Jusuf Manggabarani lahir dari bibit rendah hati dan bertanggung jawab. Wajar saja bila dalam perjalanannya beliau mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Dikenal sebagai spesialis konfllik, berhasil mengamankan peperangan antar etnis di Kalbar, Sampit dan beberapa tempat lainnya.
Siapa sangka Jusuf Manggabarani saat menjadi Wakapolda, ia juga belum memiliki rumah sendiri. Namun ia tetap memegang  prinsipnya tangan kanan memberi tangan kiri tidak tahu. Ia banyak membantu anak-anak buahnya dalam kesusahan.  Selain itu, dibalik seragam Brimobnya beliau  terkesan galak dan sangar ,ternyata Pak Jusuf Manggabarani terkenal dengan sifatnya yang maroca sehingga ia dipanggil Oca dikalangan keluarganya. Pak Jusuf merupakan teladan bagi banyak orang. Sosok Polisi yang mampu mempertahankan prinsip kehidupannya hingga masa Purna jabatannya menjadi Wakapolri.
Kewibawaan yang terpancar dari wajah Pak Jusuf manggabarani yang gagah berani sudah bisa kita lihat dari cover buku ini. Buku ini juga terselip selembar erata atau ralat  terhadap kata-kata yang mengalami kekurangan huruf, atau kesalahan kata. Hanya saja buku ini terlalu berat sehingga antara cover dan isinya mudah terlepas.  Jika dibaca saat malam hari, tulisannya seakan memantulkan cahaya yang sangat mengganggu saat membacanya.
Cara penulis menyampaikan cerita mengenai Jusuf Manggabarani sangat bertutur. Artinya ketika membaca buku ini seakan penulis bercerita kepada pembaca. Sehingga pembaca begitu mengalir dalam kisah-kisah perjalanan Jusuf Manggabarani. Begitu pula saat kisah Jusuf Manggabarani diceritakan oleh teman, rekan, dan keluarga melalui  Apa Kata Mereka, disitu kita juga seperti diceritakan langsung oleh mereka-mereka yang mengenal Pak Jusuf dengan gaya bahasa yang berbeda.
Selain itu buku ini tidak hanya menyampaikan hal ikhwal tentang Jusuf Manggabarni, tetapi ada ilmu pengetahuan lainnya yang juga tersampaikan. Sehingga pembaca menikmati kisah itu secara meluas. Seperti bagaimana penulis menceritakan nama Manggabarani yang kemudian di telaah dari keturunan kakeknya hingga pada sekilas cerita tentang kerajaan Gowa . Ada unsur pengetahuan sejarah di dalamnya. Kita bisa belajar dari cara orang tua Pak Jusuf Manggabarani, merawat kedua belas anak-anak mereka yang setelah dewasa kesemuanya “Jadi Orang”. Meski ayahnya pejabat tapi kehidupan mereka jauh dari kemewahan. Tetap mengajarkan anak-ankanya mengenai teladan dan kedisiplinan. Mengenai  kesatuan Brimob  juga dijelaskan dalam bab khusus yang sungguh menarik untuk dibaca. Kita menjadi lebih dekat dengan Brimob yang selama ini terkesan galak dan sangar.
Kisah perjalanan Jusuf Manggabarani sangat Inspiratif, bagaimana sosok Jusuf Manggabarani dengan sikap, perkataannya sarat dengan inspiratif bagi para pembaca.
“Semakin lama saya disini , semakin bodoh saya jenderal”.
Beliau sosok pemimpin yang tidak ingin berhasil sendiri , ia malah memikirkan nasib anak buahnya. Sehingga Jusuf manggabarani menolak kenaikan pangkat luar biasa saat berhasil menjalankan tugas di Tim-Tim,  malah memilih untuk bersekolah. Sempat terjadi ketegangan di kalangan anak buah .
“Komandan mengapa menolak kenaikan pangkat kehormatan? Apa komandan takut kami saingi?”
“Ha! Sampai tuapun kalian tidak akan bisa mengalahkan saya tahu, kalian baru satu garis  di bawah, saya sudah di atas pundak. Jangan bodoh kamu, kalau kamu sekolah, maka dua sampai tiga langkah ke depan bisa kamu dapatkan. Sekali mendayung dua sampai tiga pulau terlewatkan. Jelas!”
Hal ini membuat anak buahnya merasa sadar akan kesalahan mereka dan menghukum diri mereka sendiri.Prinsip beliau, kalau seorang polisi berbuat jujur dan adil dan kasus-kasus tidak diuangkan tidak akan ada masalah.Asal tidak menyeleweng, tidak  perlu takut dengan siapapun. Kecerdasan Jusuf Manggabarani bukan hanya kecerdasan intelektual , tapi juga kecerdasan Spriritual yang berdampak sosial. Ini menginspirasi tidak hanya bagi kalangan Polri tapi kita semua untuk menjadikan perangai kita jujur,agamis dan adil.Hidup dengan kesederhanaan namun tetap peduli pada mereka yang membutuhkan. Patuh pada pimpinan, dan taat pada Tuhan.























Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

buku jusuf ini buku pertama dia??