Menasional Lewat Cerita Remaja

Kali ini, di edisinya For Him, For Her akan mengulik kisah seorang penulis asal Kalbar yang dikenal dengan nama Lonyenk Rap. Karyanya tersebar diberbagai media nasional. Selain seorang penulis ia juga aktif sebagai  penyiar radio Pemda 91,2 FM SUARA PRAJA Mempawah. Pria yang telah “melahirkan” 12 buku ini dikenal pula sebagai rapper yang sempat mengeluarkan mini album.

Pria berdarah bugis ini terlahir dengan nama Andi Suhefni di Mempawah 17 Agustus 1977. Tapi ia lebih populer dengan nama Lonyenk Rap. Dibalik keunikan namanya ini juga memiliki sejarahnya tersendiri. “Lonyenk itu nama panggilan saya ketika SMP. Sebenarnya Lonyenk itu konotasinya jelak. Ada seorang yang bernama Lonyenk yang punya kepribadian antisocial. Nama itu terus melekat hingga SMA, hingga kemudian nama ini terus saya gunakan. Ditambah rap dibelakangnya karena saya memang suka nge-rap,”

Lonyenk kecil tumbuh layaknya anak-anak seusianya. Namun di usia 6 tahun, bakat menulisnya mulai terlihat. Sejak kelas 5 SD suka menulis puisi dan pernah terbit di majalah anak-anak terbitan Jakarta. “Sejak kecil saya suka baca. Kalau anak usia saya ngumpulkan duit untuk beli kelayang, saya lebih suka ngumpulkan duit untuk sewa buku. Saya tidak pilih-pilih baca buku. Kadang saya suka baca novel kakak atau abang saya. Mereka biasanya melarang, tapi tetap saja saya suka,” Akunya yang sejak kecil suka baca novel Lupus karya Hilman Hariwijaya dan Novel karya Mira W. Ia pun menjadikan kedua penulis itu sebagai inpiratornya dalam menulis.

Kegiatan menulisnya seakan mati suri ketika SMA. Meksi tak lagi aktif menulis puisi, bakat menulisnya masih terasah dengan kemampuan lonyenk menulis lirik lagu. “ Waktu SMA saya mulai aktif nge-band. Bakat menulisnya tersalur dengan menulis lagu. Sempat rilis mini album jenis rap dan tampil di seluruh kota besar di Kalbar seperti Sanggau, Ngabang, Singkawang, Mempawah, dan Pontianak,” beber dia yang aktif nge-rap sejak tahun 2004.

Ia kembali menulis tahun 2009 saat melihat iklan di salah satu majalah teenlet, terbitan Jakarta. Kali pertama mengirim tulisan harus menunggu sembilan bulan. Tapi itu jadi gerbang buatnya, jalan selanjutnya terbilang mulus. Hingga satu persatu karyanya terbit di majalah nasional.

Tahun 2012, ia mulai merambah menulis buku dari genre komedi, romance hingga horor. “ Karya saya sudah ada 12 buku. Mulai dari Schoolizer Pussycats Dolt, The (Un)Lucky Girl, Bule Rawa Rawa, CrazIMOlazy, 12 Pas, Sekte, Ghost Back To Campus, Kuncung Pocong, Miss Kampoenk, Lumpuhkan Lukaku, dan Deadly Train,” beritahunya.

Dikatakannya, bakat menulisnya otodidak. Apalagi di Kalbar, khususnya di Mempawah pada masa itu sulit menemukan informasi tentang dunia menulis. “ Jadi saya memanfaatkan media sosial. Sehingga otomatis gaulnya dengan penulis luar. Lucunya setelah saya ikut berbagai kegiatan dengan teman-teman di luar, baru beberapa tahun ini kenal dengan penulis lokal dan sekarang aktif di Dialog Sasstra Kalbar 2015 di Facebook,” terangnya.

Lonyenk lebih nyaman menulis cerita bergenre remaja. Sehingga hampir 90 persen karyanya merupakan cerita anak remaja.  “Kenapa remaja?  Saya juga tidak tahu. Pernah juga disarankan teman bahwa sudah saatnya saya menulis cerita sastra dewasa. Saya coba dan menang di salah satu majalah khusus wanita. Hingga sekarang saya masih satu-satunya penulis pria yang bisa lolos di majalah tersebut. Tapi selanjutnya saya coba lagi, saya merasa feelnya tidak dapat. Kalau menulis remaja lancar-lancar saja,” ujarnya.

Proses menulisnya hingga bisa dikenal masyarakat penuh perjuangan. Dikritik, menunggu lama, hingga karya ditolak pernah dirasakan. Tapi kini perjuangan itu membuahkan hasil. Tak jarang penerbitlah yang menghubunginya untuk mengajak kerjasama. “ Dulu proses buat bukunya bisa lima tahun. Tapi sekarang ada satu bulan. Saat itu ada penerbit yang menawarkan, ini juga semacam tantangan. Saya terima dan naskahnya lolos. Meskipun penyelesaiannya cepat, tetap saja mempertahankan kualitas,” pungkasnya.

 ----
Kenapa rata-rata komedi dan horror?
Banyak yang bertanya dan heran, khan keduanya  sangat berkontradiktif. Saya juga heran sih sebenarnya. Saya tertarik dengan komedi, disisi lain juga tertarik dengan horror. Keinginan menulis kedua gendre ini timbul dalam hati. Karena kesukaan membaca buku komedi pengen nulis komedi. Baca buku horor pengen juga nulis horror. Tapi saya tidak pilih-pilih bacaan, asal menarik dan tidak bertele-tele saya suka.

Dari mana mendapatkan inspirasi?
Inspirasi bisa didapat di mana saja. Mulai dari membaca buku, nonton, melihat peristiwa yang terjadi, imajinasi.

Apakah Anda juga memasukkan setting lokal?
Dalam cerita-cerita saya ada memasukkan setting lokal, tetapi tidak menyeluruh. Biasanya hanya tempat saja. Rata-rata lokasi yang sering saya gunakan itu di Pontianak. Mengingat lokasi di Pontianak sesuai untuk aktivitas remaja yang suka ke mall, nonton bioskop. Seperti dalam cerita The (Un)Lucky Girl, seorang remaja Mempawah yang ikut audis pencarian bakat ke Pontianak dan lolos lalu dikirim ke Jakarta.

Bagaimana dengan kritikan yang datang kepada anda?
Seorang penulis harus bisa menerima setiap kritikan. Awal-awal saya memberanikan diri memposting tulisan di berbagai grup menulis di media sosial. Dari kritikan mereka saya belajar dan belajar. Dari situ saya tahu dimana letak kelemahan tulisan.

Menghadapi writing blog?
Writing blog sangat pernah. Sebenarnya ide nggak, writing blog itu lebih kepada pengembangan. Tapi itu biasanya tidak lama. Biasanya saya menulis endingnya dulu. Jadi sebelum cerita selesai ditulis, endingnya sudah ketahuan. Pembaca dibawa ke cerita sepuluh tahun yang lalu. Prolognya masuk ke zaman sekarang. Banyak alurnya maju mundur. Terpenting menulis itu sudah harus tahu kerangka yang ingin ditulis.

Bagaimana Anda melihat Potensi penulis muda Kalbar?
Potensi penulis Kalbar tidak kalah dengan teman-teman di provinsi lainnya. Tapi mereka lebih cenderung suka bermain di lokal, mungkin kurang berani mengeskplor diri. Kebanyakan teman penulis malu. Padahal harus dijajal dulu, modal percaya diri dulu. Semuanya butuh proses. Ditolak berkali-kali dan dikritik itu biasa.

Apakah juga akan mendidik anak menjadi penulis?
Anak dua, yang pertama 6 tahun masih TK tapi sudah diajarkan setiap hari menulis diary sebab saya lihat, kalau pulang sekolah dia senang bercerita. Saya hanya memfasilitasinya saja. Sehari dia menulis setengah halaman tentang segala kegiatan pergi sekolah, malam belajar. Sebatas itu. Sebisa mungkin mengasah dia berimajinasi.

Cara membagi waktu?
Membagi waktu tidak begitu sulit buat saya. Biasanya saya menulis pagi hari. Kemudian lanjut siaran. Sore harinya saya gabung dengan teman-teman yang awalnya 16 orang jadi 7 orang untuk usaha bisnis sosis yang diberinama Sosma 77 (sosis mempawah). Malam kumpul lagi sama keluarga.

24 Maret 2015













Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: