Inspirasi Perempuan dalam Lukisan

Foto : Marsita 
            Memasuki minggu ke 2 tahun 2015, di edisi Selasa ini, For Her mengulas sosok seorang wanita yang bisa menginspirasi banyak orang. Dia adalah Puji Rahayu S.Sn - wanita kelahiran Tulungagung,  37 tahun silam. Sejak SMP, ia mulai merintis karya pertamanya.

           Puji Rahayu, merupakan seorang seniman yang sudah melahirkan banyak lukisan indah, terutama lukisan-lukisan yang bertemakan perempuan. Sepak terjangnya di dunia seni lukis cukup banyak. Beragam pameran diikuti, beragam penghargaan juga diraih. Bahkan saat ini tak hanya melukis saja, ia juga menjadi pengajar di sejumlah sekolah. 

Dalam dirinya, mengalir darah seni sang ayah, seorang seniman baik di bidang lukis, pertunjukan juga seni wayang. “Saya menyadari kemampuan melukis ini sejak SMP. Saat itu ikut lomba kaligrafi, ternyata menang. Zaman dulu itu hadiahnya hanya kerupuk. Sejak itu saya jadi sering ikut lomba dan biasa mengisi di buletin sekolah,” jelas dia yang juga sering melihat sang kakak yang sama-sama memiliki bakat melukis.
Ia kerap diminta oleh teman-temannya untuk melukis wajah mereka. Puji dengan senang hati menerima tawaran tersebut, meski kadang dibayar,  juga kadang tidak. Untuk mengasah kemampuannya, Puji hanya melihat saat kakaknya melukis, kemudian mencobanya sendiri. “Saya memperhatikan,  kemudian meniru. Saya beli bahan sendiri, cari kayu kemudian buat. Saat itu, belum tahu  kanvas, jadi melukis menggunakan karung gandum,” beritahunya.
Prestasi demi prestasi pun diraihnya. Meski baru kelas 3 SMU, Puji berhasil mendapatkan juara pertama dari lomba yang diikuti. Puji pun berniat lanjut ke Institut Seni Indonesia (ISI) Yogjakarta. Namun sayang, kali pertama tes ia gagal. “Saya ngulang lagi tahun berikutnya dan barulah lolos. Saat itu khan peminat ISI terutama lukis dan desain interior banyak sekali,” kata wanita yang pernah mendapatkan penghargaan Mahasiswa Berprestasi Tinggi Tingkat Institut, ISI Yogyakarta dan DIKTI ini.
Mulanya, ia fokus melukis dengan tema keluarga. Begitu mendekati tugas akhir saat menempuh pendidikan di ISI, ia tertarik dengan tema yang mengangkat figur perempuan. “Saya mulai fokus dengan tema figur perempuan. Sosok perempuan yang menjadi inspirasi saya adalah ibu saya. Saya melihat ibu saya sosok sederhana, seperti  tak pernah tidur. Pagi, siang, malam bekerja. Ini bukan ingin membedakan perempuan dan laki-laki. Hanya saja saya melihat kekuatan perempuan sebagai ibu rumah tangga,” jelas Pemateri Workshop lukis teknik Pointtilis di Borneo Cultural Indonesia, Pontianak.
Ketika berada di kota khatulistiwa ini, Puji tak kehilangan inpirasi dalam melukis. Di rumahnya, terdapat beberapa lukisan perempuan Dayak. “Saat saya melukis, apapun itu saya selalu mencari objek nyata. Jika tidak,  saya mempelajari dengan mencari referensi, termasuk ketika melukis perempuan Dayak. Saya diskusi dengan budayawan Kalbar juga sehingga saya mendapatkan masukan dalam berkarya,” katanya.
Aktivitasnya saat ini, selain menjadi ibu rumah tangga, ia juga menjadi pengajar lukis di beberapa sekolah di Pontianak. Pujia menjadi Koordinator Perupa Kalbar sejak 2013 dan masih bergabung bersama Perupa Jawa Timur sejak 2012 hingga sekarang. Ia juga aktif mengikuti beragam pameran, termasuk pula ketika berada di Pontianak.


Momen Tak Terlupa
Tahun 2005 menjadi momen Puji sebagai seorang seniman. Karyanya saat itu harus diperjuangkan di depan dosen penguji. Sebanyak 20 karya dengan ukuran cukup besar berhasil ia tuntaskan dalam waktu satu semester. ”Untuk tugas akhir harus menyelesaikan lukisan sebanyak 20 karya dan tulisan pula. Bahkan dosen sempat nanya, badan saya ini khan kecil dan perempuan kok buat karya besar,” ucapnya.
Melihat semangat Puji, akhirnya sang dosen yang bernama Broto itu pun rela melakukan konseling di kostnya, sehingga ia tidak harus membawa hasil lukisan ke kampus. “Ini jadi kebalik ya. Masak dosen yang datangin mahasiswa, yang punya kepentingan ini siapa. Ini juga membuat teman satu kost heran. Tapi perlakuan beliau itu bukan karena saya perempuan, tetapi karena kasihan dan melihat saya begitu semangat,” kata dia.
Meski demikian, lukisan karya Puji sempat dicoret sang dosen. Itu artinya, ia harus mengulang lagi lukisannya dari awal. Lain lagi dengan sang kakak. Jika berhasil menyelesaikan lukisannya dan hasilnya bagus, maka kakanya akan mensponsori Puji untuk membuat katalog. “Saat ujian itu khan, meski tidak wajib tapi lebih baik ada katalognya. Saat kakak datang melihat lukisan, kakak saya khan orangnya pendiam, jadi takut juga dengan hasilnya. Hingga akhirnya hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, ‘apik’, ini membuat saya seperti melambung,” terangnya.
            Tahun ini pula yang membuat Puji mengalami suka duka. Saat hendak ujian, ibunya meninggal dunia dan menyusul ayahnya ketika Puji hendak diwisuda. Tapi perjuangan Puji menuai hasil.  Ia pun melakukan pameran Tunggal Tugas Akhir ‘Konflik Kehidupan Keluarga serta Pameran ‘Singgasana’, di Via-via Café, Yogyakarta “ Ini juga menjadi cita-cita saya, ingin pameran tunggal lagi setelah 2005 lalu. Hampir sepuluh tahun sudah tertunda. Menjadi spirit buat saya bagaimana hal ini bisa terulang lagi,” pungkasnya. **
 ----------



Berapa karya yang sudah dihasilkan?
Kesalahan saya tak pernah menghitung berapa karya yang telah dibuat. Apalagi waktu kena gempa Yogja banyak dokumen yang tak terselamatkan. Saat ini karya saya banyak di Jawa Timur dan Yogja. Di Pontianak baru sedikit, maklum masih nomaden repot kalau pindahan.


Pengalaman menarik dan tantangan yang dihadapi saat melukis?
Ketika melukis itu yang biasanya sangat dihargai itu prosesnya. Belum tentu kita melukis itu jadi. Dari sekian lukisan tentu memiliki kasus yang beda. Pernah membuat orang marah, kesal, senang dengan hasil lukisan. Saya memahami, jika sebuah lukisan mampu menyentuh perasaan orang lain, apakah itu marah, kesal, senang, itu artinya lukisan kita berhasil. Lukisan saya pernah dicoret anak saya. Saya tidak langsung memarahi anak, tetapi memberikan pemahaman kepada dia untuk pelan-pelan memahami sebuah karya.


Memiliki pasangan sama-sama seniman, apa yang Anda lakukan?
Kalau saya berawal dari kesederhanaan. Kuncinya satu, sesama seniman tidak boleh mengekang. Saya memberikan kebebasan maupun kepercayaan. Intinya, tidak berpikir rumit. Lebih baik berpikir sederhana tapi berjalan lebih baik. Ketika sama-sama seniman, bisa tidak berkarya bareng. Jika tidak saling memahami, ketika suami akan pentas tunggal, berarti saya yang lebih banyak mendampingi anak. Ketika saya ada even pameran, gentian suami yang lebih banyak mendampingi anak. Syukur-syukur bisa saling bantu. (Puji bersuamikan Ferdinan, S.Sn dan dikaruniai sepasang anak,  Sada Alma Arkarna dan  Sada Sadad Arkarna)


Apa juga menularkan kemampuan melukis ke anak?
Banyak anggapan orang, ketika orang tuanya seniman, anaknya juga akan jadi seniman. Kami tidak memaksa anak harus jadi apa.  Ketika saya melukis, dia juga ikut-ikutan, selagi tidak berbahaya saya kasih. Kadang dia juga ikut papanya pentas. Yang penting dia senang. Bahkan belum lama ini, dia menang lomba fashion show. Baju yang dikenakan saya buatkan sendiri yang berbahan dasar plastik. Saya selalu katakan ke gurunya, jangan melihat mama papanya seniman, tapi lihatlah potensi anak, jika dia mampu mohon dibimbing.

Yang Anda rasakan sebagai seorang guru seni rupa?
Senang, saya bisa menyampaikan ilmu yang saya miliki. Saya pernah mengajar di salah satu tempat. Saat itu saya diminta mengajari anak-anak menggambar binatang yang benar. Misalnya bentuk binatang itu bulat, kalau saya suruh anak-anak menggambar dengan bentuk yang sama, gimana seninya. Dengan begitu tidak bisa menggali potensi anak. Mungkin bulatnya masing-masing anak itu berbeda sehingga bisa menggali lebih dalam lagi potensi dia. (Puji juga terbuka bagi mereka yang ingin konsultasi seputar seni rupa dengan menghubungi emailnya pujiyok@yahoo.com atau kontak person ke 081578760619)


Bagaimana Anda melihat potensi seni di Kalbar?
Kalbar memiliki banyak potensi yang belum disentuh. Apalagi budaya Kalbar begitu kompleks. Semua etnis ada disini. Hanya saja, masih banyak seniman yang merasa minder. Ketika saya ajak ngobrol, sering mengatakan saya ini belajar otodidak, tidak sekolah seni. Padahal khan banyak seniman sukses berawal dari otodidak. Saya juga melihat seni rupa di Kalbar khususnya Pontianak belum banyak menyentuh budaya. 




Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: