Pernikahan menjadi salah satu tujuan
hidup seseorang. Sayangnya, tidak semua orang melalui proses ke jenjang
pernikahan itu terencana. Banyak anak muda yang melewatinya karena terpaksa.
Terpaksa karena sudah hamil duluan, terpaksa agar beban ekonomi berkurang.
Oleh : Marsita Riandini
Pemerintah melalui BKKBN terus
berupaya untuk menyebarluaskan informasi dan edukasi kepada remaja agar menikah
di usia ideal. Yakni usia 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun laki-laki. Salah
satunya yang dilakukan BKKBN Kalbar melalui kampanye #tadakkawenmude. Hal ini bukan tak beralasan,
sebab ada banyak permasalahan yang dihadapi generasi muda yang menikah dibawah
usia ideal tersebut. Apalagi jika pernikahan tersebut bukan karena
direncanakan.
Alhasil,
kekerasan sering terjadi, pengasuhan anak yang tidak maksimal, hingga tingginya
tingkat perceraian pada pasangan usia muda. “Tentu ini bukanlah yang
diharapkan. Generasi muda harus mampu merencanakan kehidupannya dengan baik.
Agar tercipta generasi emas dimasa yang akan datang,” ungkap Mustar Raidi,
Kepala Perwakilan BKKBN Kalbar.
Mewujudkan hal
tersebut tidaklah mudah. Harus ada kerjasama para orang tua untuk menciptakan
generasi yang berkualitas, bukan generasi yang hidup dengan bebas. Di wilayah Kalbar saja,
jumlah usia remaja (dalam konteks BKKBN 10-24 tahun) sejumlah sekitar 1,3 juta
jiwa. “Jika dibagi dua, artinya komposisi penduduknya yang berusia 10-15 tahun
sekitar 650 ribu jiwa. Kalau pada usia tersebut mereka sudah berumah tangga,
bayangkan peningkatan jumlah populasi di Kalbar kedepannya.
Berapa jumlah bayi yang lahir. Tentu dari segi pertumbuhan penduduk ini tidak
menguntungkan,”
ungkap dia.
Lain lagi jika
merujuk pada undang-undang perlindungan anak. Yang dimaksud dengan anak itu
seseorang yang berusia paling tinggi 19 tahun. Sementara di Kalbar, kasus
wanita yang hamil dan melahirkan di bawah usia 19 tahun tinggi. “Ini bisa
diartikan bahwa anak-anak melahirkan anak. Anak-anak mengasuh anak,” tegasnya.
Apa yang
terjadi selanjutnya? Dari sisi organ reproduksi, anak-anak ini tentu belum siap
untuk hamil dan melahirkan. Dari sisi kualitas, tentu harapannya adalah
keluarga yang mempunyai ketahanan yang kuat. Sementara pada usia anak-anak
sulit untuk mewujudkannya. Keluarga yang memiliki ketahanan kuat itu, artinya dia memahami fungsi
dari masing-masing pasangan. Setiap pasangan perlu pengetahuan, dan pemahaman
yang cukup untuk masuk ke jenjang pernikahan. “Mereka harus tahu ilmunya, bagaimana
bila nanti punya keturunan, ketika berumah tangga itu perlu penghasilan, perlu
saling pengertian. Termasuk kematangan psikologis masing-masing pasangan,” papar
Mustar.
Kasus
pernikahan dini di Kalbar sangat tinggi. Kenapa ini bisa terjadi? Bila dilihat
secara kasat mata, kata Mustar ini berkaitan dengan pemahaman masyarakat
tentang arti pentingnya sebuah perkawinan. “Pemahaman tentang arti penting
perkawinan ini masih rendah. Apalagi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Pendapat lain juga mengatakan adanya pengaruh sosial ekonomi, seperti
kemiskinan,” tutur dia.
Masih ada
pula, lanjutnya keluarga yang menikahkan anaknya dibawah usia 19 tahun. Tentu
tidak bisa menyalahkan mereka, sebab mereka berharap beban keluarga menjadi
berkurang. Mereka menganggap ini menjadi solusi untuk melepaskan tanggung
jawab. “Disisi lain tidak bisa menyalahkan, sebab secara ekonomi banyak
keluarga yang belum beruntung, akses sekolah jauh. Syukur kalau ada yang tamat
SD dan SMP,” ungkap dia.
Tingginya
hamil diluar nikah di Kalbar yang terjadi pada anak muda juga perlu mendapatkan
perhatian yang serius. Sehingga mereka terpaksa harus menikah. “Hampir semua
kabupaten ini terjadi. Bisa dibayangkan seperti apa rumah tangga mereka. Inilah
perlu kerjasama semua pihak untuk mengampanyekan agar anak-anak terhindar dari
pernikahan yang tidak diinginkan, menikah karena sudah hamil duluan. Berikan
pemahaman mereka untuk menikah di usia yang ideal, dan tidak melakukan hubungan
seksual sebelum menikah,” pungkasnya. **
/////////////
Penyebab Perceraian Pasangan Muda
Faktor Ekonomi
Umumnya, permasalahan yang terjadi karena
faktor ekonomi. Apalagi jika mereka tergolong pasangan muda dengan usia yang
sebaya pula. “Kalau diamati perceraian terjadi karena faktor ekonomi menjadi
dominan. Sampai kapan orang tua ingin menopang kehidupan mereka? Apalagi usia
pasangan tersebut sama-sama masih muda. Sekolah tidak selesai. Suami tidak
punya pekerjaan, akhirnya pisah,”
jelas Mustar Raidi.
Kekerasan
Jika pada usia anak-anak sudah memiliki anak,
tentu mereka ini menjadi dewasa sebelum waktunya. Sementara emosi mereka masih
labil. Hingga muncul kekerasan dalam rumah tangga. “Mereka dewasa karena
terbentuk oleh keadaan. Akhirnya harus berjuang dengan emosi yang labil.
Makanya banyak kasus perceraian yang terjadi,” jelasnya.
Ketidakcocokan
Sudah saling tidak cocok menjadi alasan yang
kerap didengar ketika pasangan ingin bercerai. Padahal kata Mustar, orang yang
menikah itu tidak ada yang cocok. Tetapi bagaimana mereka memiliki kematangan
berpikir. “Adakah pasangan dalam rumah tangga yang cocok? Tidak ada, tetapi
bagaimana mereka mampu mengelola kecocokan itu. Sampai kapan pun tidak ada yang cocok. Kalau
anak muda, mana mau mengelolanya. Inilah kenapa mengharapkan mereka menikah di
usia ideal,” tukasnya. (mrd)
22 Januari 2016
0 komentar:
Posting Komentar