Gangguan Histeria

Mengalami tekanan perasaan, kegelisahan, kecemasan bahkan pertentangan batin bisa membuat seseorang mengalami gejala gangguan histeria. Reaksinya dalam menghadapi masalah terlalu berlebihan, baik itu masalah rumah tangga, ataupun saat ditimpa penyakit.
Gangguan histeria merupakan salah satu gejala seseorang yang mengalami gangguan jiwa. Gangguan histeria bisa muncul pada banyak gangguan jiwa, baik itu dari yang ringan hingga berat. Demikian yang disampaikan oleh dr. Jojor Putrini, Sp. KJ kepada For Her. “Gangguan jiwa ini merupakan gangguan emosional dengan reaksi yang berlebihan. Sebenarnya cuma gejala gangguan jiwa, dan bisa terjadi pada banyak gangguan jiwa seperti skizofrenia, depresi, cemas. Histeria juga terjadi akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi kesulitan masalah hidupnya,” ucap psikiater di Rumah Sakit Mitra Medika Pontianak ini.
Dia mencontohkan, ketika sesorang mengalami nyeri di bagian dadanya. Nyeri tersebut sebenarnya tidak begitu menyakitkan. Tetapi reaksi yang dimunculkan seolah menunjukkan nyeri yang dirasakan begitu menyakitkan. “Dia bisa teriak-teriak, bahkan bisa sampai pingsan. Pada kasus lainnya, seseorang misalnya mengalami sakit kepala hebat, setelah diperiksa ternyata tidak ada apa-apa,” papar dia.
Penyebab seseorang mengalami gangguan histeria ini berkaitan dengan kepribadian seseorang. “Bagi mereka yang memang memiliki kepribadian histerionik, seringkali dia menghadapi sesuatu secara berlebihan. Selalu mencari perhatian, dan sering berperilaku dramatis dalam situasi yang tidak diperlukan. Jika hal ini dilakukan secara berulang-ulang bisa menyebabkan gangguan histeria atau hysteria disorder,” ulas dia.
Teriakan yang dilakukan, atau reaksi berlebihan yang dimunculkan merupakan salah satu upaya mereka untuk mendapatkan perhatian dari orang sekitar. Apakah itu dari pasangan, dari keluarga, maupun dari orang sekelilingnya. “Perempuan termasuk yang paling banyak menderita gangguan ini. Sebab perempuan memiliki sifat alamiah yang ingin diperhatikan. Perbandingnnya 3:1,” papar dia.
Kasus ini cukup banyak terjadi, pada pasien yang dirawat di rumah sakit, biasanya dia teriak histeris ketika mendapatkan perlakuan medis. “Saat akan diinfus, dia teriak seakan mendapatkan perlakuan medis yang berat,” ungkap dia.
Semakin banyak perhatian yang mereka dapatkan dari orang sekitar, semakin dia menikmatinya. “Dengan berteriak histeris itu dia merasa diperhatikan. Dia merasa senang di elus-elus suaminya setelah bertengkar, dia enjoy melakukan hal tersebut,” jelasnya.
Gangguan histerionik ini juga biasanya melanda salah satu anggota fisik kelumpuhan yang terjadi secara tiba-tiba, padahal sebelumnya tidak merasakan apa-apa. Hal ini akibat tekanan atau pertentangan batin yang tidak dapat diatasi. 
Dapat pula menimbulkan kram pada jari tangan. Ketika seluruh badan terasa kaku, tidak sadar diri, terkadang sangat keras, disertai teriakan serta keluhan, namun tidak mengeluarkan air mata -teriakan dan keluhan-keluhan, tapi tidak mengeluarkan air mata. Biasanya kejang tejadi pada siang hari selama beberapa menit, tapi keberlangsungannya bertahan lama. “Bisa menyebabkan kebutaan, kram. Ini biasanya terjadi pada orang-orang yang mengetahui mengalami penyakit yang berat. Misalnya dia divonis dokter terkena kanker stadium awal. Reaksinya seperti dia mengalami sakit yang sangat berat.” 
Ubah Pola Pikir
Tak ada makna berarti pada pengobatan orang yang mengalami gangguan histerionik ini, selain mengubah pola pikir pasien tersebut. “Tak ada pengobatan khusus yang diberikan. Biasanya hanya dengan pemberian terapi, dan paling penting mengubah pola pikirnya, bahwa apa yang dilakukannya itu tidak bisa membuat keadaan menjadi lebih baik,” ucap Psikiater Jojor Putrini.
Menurut Jojor, orang dengan gangguan histeria harus mengubah pola pikirnya bahwa dengan mencari perhatian orang lain, tidak membuat kondisi sakitnya menjadi lebih baik. “Pada mereka yang mengalami sakit, ketika dia berteriak-teriak dia beranggapan itu bisa membuatnya menjadi lebih baik. Padahal itu tindakan yang tidak tepat. Inilah yang harus kita ubah pada diri pasien,” jelasnya.
Pada orang yang histeris  ketika bertengkar dengan pasangannya, awalnya mungkin pasangan akan memberikan perhatian yang diinginkan. Tetapi jika ini terus diulang-ulang, akhirnya pasangan menganggap itu hal biasa. “Ketika terjadi pertengkaran, pasangan pun mengabaikan teriakan-teriakan. Menganggap itu hal biasa. Perhatian yang dinginkan tidak didapatkan,” pungkasnya.

20 Mei 2016





Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: