Setiap hari Jumat, tak hanya di instansi
pemerintah saja, di berbagai kantor ataupun perusahaan banyak yang menerapkan
aturan agar karyawannya berbatik. Ada yang memilih menggunakan batik khas Jawa,
banyak pula yang merambah ke batik lokal, khas Kalbar. Ini pun menarik peluang
usaha yang menjanjikan bila serius di kembangkan.
Tren berbusana batik dari hari ke hari semakin
berkembang. Usaha menjual bahan, ataupun busana batik masih cukup menjanjikan.
Terlebih batik khas Kalbar yang saat ini belum terlalu ramai “pemainnya”. Ini
pula yang dikembangkan di SMK N 3 Pontianak.
Sejak tahun 2012, mereka sudah melatih anak
didiknya untuk belajar membatik. Bahkan di tahun 2013 sudah ada batik yang
dipamerkan. “Awalnya tertarik mengajarkan anak-anak membatik, kebetulan di
tahun 2012 ada pengrajin batik yang melakukan penelitian kemari, lalu
membagikan ilmunya kepada kami disini. Tahun pertama masih tahap belajar, baru
tahun ke dua kami mulai mandiri dan menghasilkan batik sendiri,” jelas Wasilah
Anim, Guru mata pelajaran SBK dan Akutansi yang mendampingi siswa membatik.
Mereka juga pernah berhasil melelang kain
batik tulis senilai 4 juta rupiah dengan ukuran 2 meter pada sebuah acara yang
berlangsung di Museum Kalbar. “Motifnya itu seorang lelaki dayak yang sedang
menyumpit,” beritahunya.
Jika dikembangkan, usaha ini cukup
menjanjikan. Dia mengatakan ada salah satu alumni SMK N 3 Pontianak yang
membuka usaha ini di Sintang. “Jika batik tulis khan cuma butuh canting, malam
(cairan membatik), dan kain. Bisa untuk lingkungan keluarga, atau bisa pula
bekerjasama dengan disperindag,” papar dia.
Tak sulit kata dia belajar membatik. Bahkan
saat ini, anak didiknya sudah bisa menghasilkan batik cap, batik celup, dan
batik tulis. “Hanya saja yang batik tulis itu khan menggunakan cantingan, jadi
lebih lama. Tapi harganya pun lebih mahal. Karena tak sekedar menjual motif dan
warna, tetapi juga proses pengerjaannya yang membutuhkan waktu lama,” ujar dia.
Teknik untuk batik tulis bisa mengikuti delapan
jurus. “Pertama kita sendokkan malam di canting, tundukkan canting biar stabil,
lalu break atau diamkan sebentar. Setelah itu usapkan malam ke wajan jika ada
cairan yang menetes. Baru tuliskan ke kiri dan kanan. Kalau sudah dingin
malamnya jangan dilanjutkan harus dibuang,” kata dia.
Satu helai kain batik tulis dengan ukuran dua
meter, rata-rata dapat selesai dikerjakan satu hingga dua minggu. “Ini karena
anak-anak juga fokus belajar, sepulang sekolah baru membatik,” kata dia.
Berbeda halnya dengan batik cap. Proses
pengerjaannya lebih sebentar tetapi membutuhkan modal yang cukup besar. “Dia
harus ada cap yang sudah bermotif. Harus pesan ke Jawa. Kami sudah punya
beberapa, seperti cap corak insang, lidah buaya bertahta, bunga berjejer, bunga
daer, kantong semar, paku, mawar hitam, bambu, burung hitam, ini motif paku
kapuas, dan bunga simpur,” ucapnya.
Sementara batik celup proses pengerjaannya
jauh lebih mudah. Itu sebabnya harga jualnya pun juga lebih murah dari batik
tulis dan batik cap. “Batik celup 150 sampai
200 ribu, batik cap itu 250 ribu hingga 300 ribu. Batik tulis bisa 300
hingga 500 ribu rupiah,” jelasnya.
Kesulitan awal terdapat pada bahan baku yang
menurut Wasilah cukup mahal. “Karena kita belinya ke pengrajin, jadi harganya mahal.
Tetapi kalau sudah punya link di Jawa dan bisa pesan langsung harganya bisa
lebih murah. Pun anak-anak jadi bersemangat karena bisa merasakan omzet yang
dihasilkan dari karya mereka,” ucapnya.
Bahan untuk membatik adalah bahan kain yang
mengandung kapas. Seperti bahan santung, sutra dan lainnya. “Untung mengetahui
ada unsur kapas atau tidaknya, bisa dengan cara dibakar. Jika dibakar abunya
seperti abu rokok, abu racun nyamuk berarti dia mengandung kapas. Tetapi jika
menggulung setelah dibakar bisa itu bahan sintetis atau ada campuran plastik,”
tutur dia.
Teori membatik ini pun dimasukkan dalam mata
pelajaran kewirausahaan dan SBK (seni budaya dan Keterampilan. Bahkan setiap
angkatan diwajibkan membuat batik sesuai kelas masing-masing dan motif yang
diinginkan. Setiap Sabtu akhir bulan, akan terlihat anak-anak SMK N 3 Pontianak
berseragam batik hasil karya mereka. “Secara teknis tidak ada yang sulit.
Buktinya di tahun ke empat anak-anak enjoy mengerjakannya,” terang dia.
Tak hanya baju untuk angkatan mereka saja,
siswa di SMKN 3 Pontianak ini juga biasanya membuat baju untuk mereka magang,
dan perpisahan. Soal pemasaran, lanjut dia tidak begitu sulit. Selain di
sekolah, mereka juga kerap diikutsertakan dalam pameran.
Dinas perdagangan juga memberikan fasilitas
berupa alat membatik. “Banyak yang sudah mengenal batik kami ini. Bahkan pernah
diikutsertakan saat pameran di Serawak, Malaysia. Kami tidak fokus pada satu
motif, misalnya hanya corak insang saja, tetapi juga ke motif lain yang lebih
bervariasi,” pungkasnya.
Salah satu siswi SMAN 3 sedang mengerjakan batik tulis |
0 komentar:
Posting Komentar