Tulislah Apa Yang Mau Kita Tulis



Ku pernah berkhayal menjadi seorang jurnalis, ku bisa bekerja sambil jalan-jalan, ku bisa bekerja sambil belajar, dan ku bisa memahami hidup dengan informasi dimasyarakat maupun dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Saat itu menurutku wartawan itu adalah sosok sejuta pengalaman.
            Tapi sayang, rasa pesimisku lebih kuat daripada rasa optimisku, ku merasa tidak mempunyai keberanian untuk mencoba memulai serta melangkahkan kaki  terjun ke dunia jurnalistik, padahal diawal masa kuliah kesempatan untuk menjadi seorang jurnalis sangatlah besar, dikampus tempat ku kuliah saat ini terdapat organisasi yang berkaitan dengan jurnalistik. Entah mengapa, walaupun rasa pesimisku itu terus saja ada di saat semester-semester berikutnya, namun keinginannku untuk bisa menjadi seorang jurnalistik tidak sepenuhnya sirna, aku yakin suatu saat nanti keinginanku akan terwujud. Saat itu pihak kampus membuka pendaftaran beasiswa dengan beberapa kategori untuk mahasiswanya, salah satu kategori tersebut adalah club karya ilmiah, yang sebatas pengetahuanku merupakan suatu kegiatan yang mengasah kemampuan menulis. Sayang, kala itu aku terlambat mendapatkan informasi tersebut, sedang aku juga telah mendaftarkan beasiswa kategori lain. Aku merasa sangat kecewa saat itu, lagi-lagi rasa pesimistis mendekati diriku lagi.
Yach, selang beberapa tahun, aku kuliah aku masih saja tetap enggan untuk mengikuti organisasi mahasiswa yang berkaitan dengan jurnalistik,  hingga ketika memasuki semester lima akhir pihak kampus kembali membuka penadaftaran beasiswa, kali ini aku tak ingin kehilangan kesempatan, aku ingin menjadi seorang penulis, walaupun bukan didunia jurnalistik, namun bagiku dunia tulis menulis, juga sama halnya dengan jurnalistik, dimana ketika menullis, seseorang bisa meluangkan pikirannya serta menulis apa yang ingin ia tulis.Akhirnya saat pengumuman beasiswa keluar, aku termasuk salah satu anggota klub menulis, walhasil Rasa senang didalam hati ini.
Awalnya aku termotivasi oleh seorang temanku yang bernama Adit yang lebih  dulu masuk ke Club kepenulisan. Emang si ku tidak pernah menampakkan rasa banggaku padanya. Meskipun aku tidak termotivasi dengannya , toh dia tetap bisa melahirkan karya. Namun semakin lama aku semakin iri dengannya, banyak cerita-cerita menarik yang dibuatnya, ah kalau soal bicara si aku rasa aku tak kalah sama dia, tapi kalau soal mengukir kata,,,emmmmmmm aku angkat kaki dech dari dia,,,upsss angkat tangan maksudnya ( emangnya ni orang polisi apa,hee).
Hari ini hari pertama kami pertemuan klub menulis.Kami , para anggota klub menulis yang baru terbagi menjadi dua kelompok, dimana aku termasuk kedalam kelompok A, yang terdiri hampir rata-rata teman sekelasku, yach kebetulan saat itu teman-teman satu kelasku banyak yang mengikuti klub menulis. Sehingga aku tidak merasa canggung berada diantara mereka.
“emm,,,,,kira-kira bapak ini marah-marah nggak yach,, atau bapak ini ngomongnya teriak-teriak kali yah,,,uftttt kalau dia tiba-tiba marah gimana, emmm pergi endak—pergi—endakk,,pergi” pikirku saat hendak masuk Club Kepenulisan kali pertama sambil menghitung jari-jemariku.
Akupun tiba ruang pertemuan Club, Saat pertama kali aku mengikuti Club Kepenulisan, saat itu juga pertama kalinya, aku mengenal sosok dosen yang saat itu membimbing kami di Club menulis ini, dosen yang sebelumnya yang ku ketahui dari teman-teman mempunyai sifat yang “killer” dan sangat-sangat disiplin. Yach selain keinginannku untuk bisa menulis, serta menuangkan karya-karya yang selama ini sullit bagiku menuangkannya dalam media tulisan, aku juga memiliki rasa penasaran terhadap pembimbing klub tersebut. Namanya Pak Adi, entah mengapa  sejak duduk di semester awal,saat aku diceritakan oleh teman-temanku akan sifat beliau, aku menjadi penasaran.Tapi seandainya itu benar,,,emmm,,,,,emangnya ku mau apa??? heee
Rasa penasaran itu baru terwujud saat aku semester enam, ketika pertama kali tatap muka dengan beliau, pikiranku saat itu adalah pasti beliau akan dengan  memasang wajah galaknya, dengan mata yang memerah bukan karena kurang tidur, melainkan ingin memangsa mental kami saat itu,,ihhh serrrrrruammm.Terlebih saat itu aku berada tepat disampingnya, kalau beliau marah dan tiba-tiba mengibaskan tangannya, tentu akulah orang yang pertama menjadi korban kegalakan hari itu. Ndak lucu jugakan kalau besoknya terbit di media massa, “babak belur dikibas dosen” Ihhh  jangan sampai deh.
Tapi semua yang ku khayalkan tadi hanya sebatas khayalan semata, tidak tampak kegalakan diraut muka beliau saat itu (entah kalau disaat-saat lain,he) dan ketika beliau mengucapkan salam dengan sangat sopan dan ramah. Saat itu semua keanehan atau segala kejelekan yang ku alamatkan kepada beliau, hilang seketika mengalir dengan kewibawan beliau membimbing klub di hari pertama (maklum beliau membawa tongkat ajaib yang bisa hilang,,heee nggak kox!!!), perbincangan saat itu cukup santai beliau mengarahkan kami untuk selalu disiplin jika ingin menjadi seorang penulis, beliau juga berkata tidak ada yang tidak bisa jika kita mau. Selama pertemuan pertama berlangsung hingga pertemuan berikutnya, belum pernah kulihat kemarahan diwajah beliau,( tapi mulutku tak henti-hentinya komat-kamit macam mbah dukun baca mantra, mohon pada Tuhan agar beliau tidak marah) yang sering kudapatkan adalah motivasi dan yang tidak kalah pentingnya dari beliau ku bisa belajar bahwa kita harus bisa menghargai karya orang lain, apapun itu.
Disini aku juga mendapat pelajaran, jangan cepat menilai orang lain, apalagi menurut cerita orang lain, bisa jadi pendapat orang tersebut berbeda dengan pendapat kita, mungkin juga situasi yang membuat penilaian itu menjadi berbeda ( Cinta PPKN menghargai pendapat,he). Aku juga tidak menutup kemungkinan kalau besok atau lusa aku bisa saja menjadi salah satu diantara teman-temanku tersebut. Makanya aku  mulai belajar mengagumi seseorang bukan dari pribadinya tetapi dari karyanya. Mungkin besok lusa kita membenci orangnya, tapi tidak dengan karyanya.( tapi kalau sebaliknya orang tersebut membenci ku gimana yachh,,emmmmm jangan sampai deh)
            Setiap kali Mendengar motivasi serta pengalaman-pengalaman beliau dan Adit menulis,aku semakin merasa keinginanku menjadi seorang  yang bisa menulis semakin terbuka lebar,  pak Ady dan Adit selalu memberikan motivasi yang begitu luar biasa dengan teman-teman, mungkin aku termasuk orang yang mudah tersentuh dengan kata-kata yang bernuansa motivasi maupun kata-kata bijak.  Sejak saat itu akupun mulai mencoba menulis dan terus menulis, aku ingin disetiap pertemuan klub aku menghasilkan karya walau hanya satu.
            Tapi sayangnya, semangat itu hanya berlangsung selama tiga minggu saja, aku mulai kembali merasa jenuh, disaat aku menemukan titik kebuntuan pada diriku saat aku ingin menyelesaikan sebuah tulisanku, aku mencoba untuk menghasilkan sebuah cerpen keempatku, namun otakku seakan berhenti berimajinasi disaat aku ingin menyelesaikan tulisan tersebut, aku mencoba kembali menuangkan tulisan pada cerita baru, namun lagi-lagi aku gagal menyelesaikan cerita, aku kembali seperti dulu lagi sulit untuk menuangkan tulisan. Sejak itu aku mulai malas-malasan ikut klub, aku merasa malu karena aku tidak bisa membuat karya, aku seperti orang yang hanya sebagai pelengkap, disaat semua teman-teman terus menghasilkan karyanya.
            Beruntunglah, disaat itu aku mempunyai seorang teman yang sama-sama ingin menjadi seorang penulis, disaat itu ia mengajakku untuk membuat sebuah buku yang bertemakan pantun, saat diajak , tanpa berfikir panjang aku langsung mengiyakan, dan kamipun sepakat menyelesaikannya dalam waktu sebulan. Sekembalinya dari kampus aku langsung membuat pantun demi pantun, setiap malam aku mulai mencari inspirasi untuk membuat pantun. Tapi setelah satu bulan pantun kami belum juga rampung, selain kami sama-sama sibuk dalam tugas  kuliah, juga terkendala oleh inspirasi yang menemukan titik kebuntuan.
            Keinginan kami yang terbengkalai tersebut, kami ceritakan kepada pak Ady, beliau begitu mensupport kami, beliau memberikan semangat kepada kami untuk terus berkarya, tak peduli orang menganggap karya kami itu tidak layak disebut sebuah tulisan yang menarik atau apapun yang mereka katakan, yang jelas beliau mengatakan tetap semangat dan tulislah apa yang ingin kalian tulis.
            Setelah pulang dari klub aku membaca buku, karangan Raditya Dika yang judulnya Radikus Makankakus, yang bagiku ceritanya begitu sederhana tanpa pemilihan kata yang harus menarik, tapi buku itu begitu enak dibaca, aku menjadi berfikir aku memanglah bukanlah seorang Raditya Dika, tapi bukan tidak mungkin aku bisa menulis seperti dia, menulis apa yang ingin ditulis. Dan semangat itu juga aku temukan pada buku yang diberikan oleh sahabatku, dimana pengarangnya adalah Bramma Aji Putra,seorang Penulis artikel ternama yang tulisannya telah malang melintang dimedia massa. Ia mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi seorang penuls jika ia mau, jangan pernah menyerah, tulis apa yang ingin anda tulis, dan seorang penulis harus sering membaca.
Sejak itu aku mulai senang dan semangat lagi untuk menulis, walaupun tulisanku belum menjadi sebuah buku, bahkan belum mempunyai pembaca setia, tapi aku yakin, aku bisa mengahasilkan tulisan-tulisan yang menarik, jika aku memulai menulis dan berusaha untuk selalu menulis. Aku ingin menjemput impianku menjadi seoarang penulis,aku bisa dengan bebas meluangkan ide dan imajinasiku , aku bisa terus menggali potensi diriku untuk selalu berkarya. Karena bagiku semua orang itu bisa menulis, dan semua orang bisa menghasilkan karya. Ku ingin tulisanku tidak semata tertuang dalam sebuah cerpen imajinatif, tapi juga bisa bermanfaat untuk orang lain, terlebih bisa memotivasi dan menginspirasi orang lain. Suatu saat nanti…………..emm,,,udah dulu cerpennya,,ku mau kembali menghayal,,,kira-kira jadi apa lagi yah,,,ada Ide????heee O ya,,,,nggak semua yang Lo denger itu bener,,,,=) makasih udah baca…










Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: