Anak terlambat bicara merupakan salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Banyak yang menjadi
penyebab terlambatnya anak bicara. Salah satu tindakan untuk mengetahuinya,
bisa dilakukan tes kemampuan mendengarnya.
Ketika mendapati anak yang terlambat
bicara, maka perlu dilakukan pemeriksaan baik secara fisik maupun psikisnya.
Secara fisik misalnya ada kelainan di otak, biasanya sudah terlihat sejak lahir
ada kecacatan. Apabila tidak ditemukan, perlu diperiksa adakah gangguan pada
pendengaran. Mengecek ada atau tidaknya gangguan pendengaran pada anak perlu
dilakukan pemeriksaan oleh dokter THT (telinga, hati dan tenggorokkan). Demikian
yang disampaikan oleh dr. Eva Nurfarihah, Sp. THT-KL, M.Kes.
Menurut dokter di RS. Mitra Medika
Pontianak ini, kemampuan bicara anak memiliki tahap perkembangan. Usia 28
minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan “ba”, “da”, “ka” secara jelas
sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang dan dengan
penuh intonasi. Pada usia setahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau
tiga patah kata yang punya makna.
Usia 2 tahun hingga 3 tahun perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa seorang
anak mulai menguasai 200 – 300 kata dan senang bicara sendiri (monolog). Hingga
kemudian seiring dengan banyak stimulasi dari lingkungannya anak akan bisa dan
lancar berbicara dengan baik.
Menurut dia, saat ini cukup sering menemukan pasien
terlambat bicara karena gangguan pendengaran. “Bagaimana anak
akan bisa belajar berbicara jika dia tidak dapat mendengar dengan baik.
Sehingga anak tidak bisa menirukan apa yang diucapkan oleh orang lain,” jelas
alumni Unpad, Bandung ini.
Dokter THT,
lanjut dia akan memeriksa telinga luar apakah pada telinganya ada hambatan
misalnya ada serumen, ada infeksi telinga seperti congean yang dapat menyebabkan
gendang telinga berlubang sehingga pendengaran berkurang. “Bila tidak ada gangguan pada telinga luar, dilakukan pemeriksaan
pada telinga tengah dan dalam,” beber dokter di RS. Sultan Syarif Mohammad
Alkadrie ini.
Untuk pemeriksaan ini perlu alat khusus
yang dapat menilai adakah gangguan pendengaran karena adanya gangguan pada
tulang pendengaran dan saraf. “Bahkan beberapa pemeriksaan dapat dilakukan
ketika anak masih bayi untuk mengetahui apakah ada gangguan pendengaran atau
tidak,” kata wanita asal Sukabumi, Jawa Barat ini.
Apabila bayi Anda tidak terkejut, bergerak,
menangis atau bereaksi dalam bentuk apapun juga terhadap suara keras yang tidak
diharapkan. Tidak terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara keras. Tidak
memutar kepalanya sebagai usaha mencari arah suara Anda, serta tidak menirukan suara-suara yang didengarnya, dan gagal (refer) pada
hasil pemeriksaan skrining OAE, maka bayi Anda mungkin mengalami gangguan
dengar.
Segera bawa ke dokter THT untuk dicari
penyebabnya. Sehingga gangguan bicara pada anak dapat
dihindarkan Semakin cepat kita mengetahui adanya
kelainan pendengaran pada bayi, makin baik hasil penanganan di kemudian hari.
Berkat kemajuan teknologi, telah ditemukan
alat yang dapat melakukan pemeriksaan pendengaran secara obyektif pada bayi
sejak berusia 1 hari. Alat ini bekerja dengan sangat aman, tidak menyakiti,
mudah singkat, akurat dan relatif murah. “Alat ini bekerja dengan tehnik
Oto-Acoustic-Emissions atau yang lebih sering dikenal sebagai alat OAE,” ucap
dia.
OAE dapat dilakukan pada setiap bayi baru
lahir sebagai skrining ada tidaknya gangguan pendengaran. Terutama pada bayi beresiko, misalnya bayi lahir kuning, bayi
prematur, bayi kembar, adanya riwayat ibu minum obat-obatan yang bersifat
ototoksik misalnya minum obat penggugur kandungan, bayi lahir dengan kecatatan
fisik.
Alat ini berupa kotak pemeriksaan dengan
ujung alat pemeriksaan ditempelkan ke liang telinga bayi. Proses pemeriksaan
sangat singkat, lebih kurang 2-5 menit. “ Ketika pemeriksaan, bayi sebaiknya
dalam keadaan tidur atau tenang setelah menyusui.Pada anak pemeriksaan ini juga
dapat dilakukan pada keadaan anak duduk tenang tanpa menggerakkan kepala,” pungkasnya.
Tahapan Tes Skrining
Eva Nurfarihah mengatakan, skrining OAE
secara akurat dan cepat akan menghasilkan dua hasil tes skrining yaitu PASS
(lulus) berarti berarti bayi atau anak
Anda mungkin dapat mendengar dengan baik.Meski demikian orang tua perlu
memonitor perkembangan bicara anak sesuai umurnya.
Jika ternyata hasilnya REFER (tidak lulus),
berarti bayi atau anak anda mungkin mengalami kelainan pendengaran yang perlu
pemeriksaan lebih lanjut. “Apabila hasil
pemeriksaannya, anak anda REFER, anda
tidak perlu langsung berkecil hati, karena sering kali disebabkan oleh hal-hal
seperti masih adanya cairan ketuban dalam telinga bayi atau liang telinga
terlalu sempit,” beber dia.
Pada keadaan tersebut, lanjut dia, bayi atau anak anda perlu mendapat pengawasan ketat oleh ahlinya, untuk dilakukan pemeriksaan OAE skrining ulang pada usia 2-3 bulan. Bila masih REFER juga barulah dokter akan mencurigai adanya gangguan dengar. “Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan alat OAE diagnostik dan BERRA paling lambat pada usia 3 bulan untuk menentukan apakah benar terdapat gangguan dengar, apa jenis dan derajat gangguan dengarnya sehingga kita bisa memilih tindakan selanjutnya,” paparnya.
Pada keadaan tersebut, lanjut dia, bayi atau anak anda perlu mendapat pengawasan ketat oleh ahlinya, untuk dilakukan pemeriksaan OAE skrining ulang pada usia 2-3 bulan. Bila masih REFER juga barulah dokter akan mencurigai adanya gangguan dengar. “Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan alat OAE diagnostik dan BERRA paling lambat pada usia 3 bulan untuk menentukan apakah benar terdapat gangguan dengar, apa jenis dan derajat gangguan dengarnya sehingga kita bisa memilih tindakan selanjutnya,” paparnya.
Selanjutnya bila hasil test OAE ulangan
pada umur 3 bulan masih refer, dilakukan test BERRA. Pada
test BERRA anak akan ditidurkan dengan obat sedatif, sehingga dapat dinilai
kelainan saraf pendengarannya. “Pada beberapa kasus
dengan gangguan dengar tipe sensorineural (gangguan pada syaraf pendengaran)
bersifat permanen. Sebagian besar anak dengan gangguan dengar sensorineural
masih memiliki sisa pendengaran yang masih dapat dibantu dengan penggunaan alat
bantu mendengar,” terangnya.
Setelah memakai alat bantu dengar tidak
berhenti disitu saja, anak perlu memahami apa yang didengarnya. Dalam hal ini
perlu keterlibatan orangtua dan orang yang tinggal serumah untuk aktif mengajaknya bicara dan mengajak anak faham akan maknanya.
Pada kasus berat mungkin perlu terapi
bicara. Sehingga dalam hal ini perlu kontrol dokter THT, dokter anak dan
terapis wicara untuk menilai perkembangannya. “Sehingga pada usia sekolah anak
tersebut dapat sekolah normal walau memakai alat bantu mendengar. Hindari
pembelian alat bantu dengar tanpa melakukan pemeriksaan BERRA pada anak dan
Audiometri pada dewasa oleh ahlinya,” ujar dia.
Jadi sebaiknya sejak bayi orangtua sudah
tahu apabila apabila ada gangguan dengar pada anaknya, sehingga tdk perlu
menunggu usia anak bertambah, yang akan menyebabkan keterlambatan tumbuh
kembang anak.
0 komentar:
Posting Komentar