Foto : Haryadi/Pontianakpost |
Menonton berita di televisi sudah menjadi suatu kebutuhan
bagi banyak orang untuk menghibur juga menambah wawasan terkait informasi yang
disajikan. Tak hanya fokus pada informasinya, penampilan dan wawasan sang
presenter pun kerap menjadi perhatian. Hal ini pula yang menjadi alasan Dea
Citra Rahmatika yang berusaha menampilkan sisi terbaik dari dirinya sebagai
seorang presenter. Hal itu terlihat dengan pembawaannya ketika membacakan
berita tidak terkesan kaku. Menarik layaknya pembawa acara di televisi
nasional.
Sudah lebih kurang 5 tahun lamanya, Dea berkiprah di bidang
ini. Menjadi presenter di beberapa televisi lokal yang ada di Pontianak. Beragam acara telah dibawakan Dea yang
sekarang ini dipercaya sebagai Presenter Kompas TV ini. Mulai dari talk show
hingga menjadi moderator Debat Walikota Pontianak tahun 2013. Tentu saja hal
itu sangat berkesan bagi wanita yang tiga bulan lagi genap berusia 24 tahun ini.
Profesinya sebagai seorang presenter televisi tidak dilalui
seketika. Dea memulai kariernya sebagai seorang penyiar radio ketika masih
berseragam abu-abu. Lulus SMA, tahun 2009 ia pun diterima di salah satu TV
lokal untuk menjadi reporter sekaligus presenter di usianya yang baru menginjak
18 tahun. “Awalnya saya belum menjadi presenter. Masih sebagai reporter.
Menjadi presenter itu seiring berjalannya waktu,” ujar alumni SMAN 3 Pontianak
ini.
Selama menjadi reporter, Dea lebih senang menginformasikan
hal-hal berbau sosial. Kemudian ia menikmati peliputan berita terkait
kriminalitas. “Bisa menginformasikan berita kriminal itu seperti seru, adrenalin
terpacu. Bahkan saya bisa sampai jam 2 subuh di Polresta jika ada kasus
narkoba,” beber penghobi memasak ini. Menurut
kelahiran Pontianak 19 Juni ini, berita kriminal menjadi muara dari berbagai
macam masalah yang menimpa masyarakat. Perilaku kriminal itu hanyalah puncak
dari masalah-masalah yang terjadi, seperti masalah ekonomi, pola asuh atau
masalah lain yang tidak terselesaikan. “Saya dipercaya memegang program dokumenter.
Tapi kemudian saya berpikir, jika hanya bergelut di peristiwa saja kok merasa
gini doang. Akhirnya saya berpikir ingin menggali potensi diri dengan menjadi
presenter,” jelasnya.
Tampil di depan kamera bukanlah
perkara gampang bagi pemula. Terlebih bagi seorang presenter yang harus bisa
menarik perhatian penonton. “Awalnya
agak susah membagi fokus pandangan ke kamera. Belum lagi grogi juga. Tapi lama
kelamaan menjadi terbiasa,” kata mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka ini.
Agar acara yang dibawakan terlaksana
dengan baik, lanjut Dea, seorang
presenter harus terus belajar, harus haus informasi dan berpikir kritis.
Terpenting lagi, ketika bersama narasumber, fokuslah dengan narasumber. “Ada
narasumber yang cerdas, biasanya mereka memberikan umpan agar kita bertanya
dari umpan tersebut. Kalau umpannya tidak kita tangkap, maka temanya akan lari
kemana-mana,” jelas pengidola selebriti Hollywood Ellen DeGeneres yang juga presenter
kondang ini. Sosok Ellen, menurutnya mampu melontarkan pertanyaan yang khas,
tidak berulang dan menarik.
Meski demikian, dia juga pernah
merasakan pengalaman talkshow yang dianggapnya buruk. Narasumbernya seorang
pengamat politik, Gun Gun Heryanto. “Waktu itu saya tidak tahu materinya apa,
agak kaget juga. Tapi saya berusaha sekuat tenaga, tetap percaya diri.
Sementara untuk browsing tidak mungkin, karena narasumber sudah didepan mata,” jelasnya
yang mengaku tenang ketika Gun mengapresiasi kinerjanya, bahkan menyarankannya
untuk terjun ke media nasional.
Tapi siapa sangka, ketika sekolah, Dea
bukanlah anak yang suka berorganisasi. Ia lebih banyak menghabiskan waktu
dengan hobi membaca buku. “Saya sadar, keluarga saya bukanlah dari keluarga
berada. Yang ada di pikiran saya saat itu, ketika saya bisa juara, maka saya
mendapatkan beasiswa dan dapat duit. Duitnya bisa membeli buku dan biaya
sekolah. Kasihan orang tua saya yang harus membiayai saya dan juga adik-adik,”
pungkasnya. **
----
Bangun Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri seorang presenter
lahir dari penguasaan materi. Kalau menguasai materi, maka akan tahu apa yang
dibicarakan. Tidak ragu, tidak takut salah. Saya lebih mengutamakan menyiapkan
wawasan dibanding penampilan. Sering-sering membaca agar menguasai materi.
Hindari
Grogi Depan Kamera
Kalau
menguasai materi akan lebih santai. Berusaha menganggap kamera itu teman
bercerita. Kalau dengan teman khan
gaya berceritanya tidak kaku, ekspresinya keluar semua. Hukumnya, ketika ingin
bisa menulis harus banyak membaca. Ketika ingin pandai bicara harus banyak
mendengar. Agar mampu mengolah bahasa, maka harus banyak mendengar, banyak nonton talkshow. Instal KBBI di handphone
untuk mencari persamaan kata agar tidak menggunakan kata berulang.
Hadapi Narasumber
Saya dikasih tahu sama News Anchor, Aiman
Witjaksono bahwa sehebat apapun narasumber, ketika di hadapan kamera, dia tidak
lagi memikirkan kita. Melainkan fokus dan berkonsentrasi jawaban apa yang akan
disampaikan. Terpenting sebelum acara dimulai, saya berusaha membangun
keakraban dengan narasumber. Bukannya sibuk mencari tisu untuk ngelap keringat,
ngaca yang malah akan membuat narasumber tidak nyaman.
Tawaran Presenter Nasional
Tawaran ada, kalau mau bisa langsung
pergi. Tetapi untuk saat ini saya belum mau. Pertimbangannya, saya melihat
rutinitas kerja disana terlalu sibuk. Buat apa karier bagus, pendapatan bagus,
tetapi tidak bisa membagi banyak waktu dengan keluarga. Untuk sementara belum
kepikiran kesana.
Pengalaman
Berkesan
Saat itu ikut pelatihan di kantor
pusat. Kebetulan terjadi kecelakaan
kereta api di Jakarta. Semua wartawan sudah diturunkan ke masing-masing titik,
termasuk ke tempat terjadinya kecelakaan itu. Hanya saja wartawan tersebut
menggunakan mobil, sehingga aksesnya lama. Saya ditugaskan ke lokasi menggunakan
motor. Alhasil saya menjadi wartawan pertama yang tiba di lokasi dan live
report di kondisi lokasi kejadian yang bau gas, bau daging terbakar, hujan
deras. Dengan tumpah ruah manusia yang menonton dan mencari keluarga yang
menjadi korban kecelakaan itu. Kepanikan, emosi, semua ada disana.
Motivator
terbesar
Dukungan terbesar adalah keluarga.
Bahkan dari mereka, saya kerap melakukan survey kecil-kecilan soal pembawa
acara yang disenangi itu seperti apa. Ibu saya ini termasuk ibu rumah tangga
yang lebih senang nonton berita dibanding sinetron. Kadang beliau suka bilang,
kok pembawa acaranya begini, kok gitu. Jadi saya belajar darinya, bahwa
penonton itu inginnya seperti apa.
Tipikal
Pasangan
Pilihan pasangan hidup yang saya
inginkan standarlah kayak keinginan wanita umumnya. Tetapi yang jelas dia harus
seiman, bertanggung jawab. Dia juga harus smart dan nyambung dengan saya. Dia
punya perencanaan masa depan dan berusaha untuk merealisasikannya.
Inspirasi
ke Wanita Kalbar
Banyak wanita yang merasa tidak cukup
cantik untuk terjun ke dunia televisi. Menurut saya, sebagai wanita jangan
fokus pada kekurangan. Tapi berusaha belajar dan menemukan kelebihan yang
dimiliki. Saya sadar saya tidak cantik, tentunya kalau ada yang lebih cantik
dari saya, dia yang akan dipilih. Saya berusaha punya kelebihan dari dia dari
segi wawasan. Sehingga orang melihat bukan karena fisik tetapi kemampuan. Sebab
kecantikan fisik tidak abadi sementara ilmu akan abadi.
Dikenal
dan Terkenal
Saya tidak merasa benar-benar dikenali
orang. Kalaupun iya, hal itu tidak menjadi beban. Itu sebagai anugrah sebab
banyak orang ingin dikenal di dunia ini, tapi tidak semua orang dapat
kesempatan mengaktualisasikan diri. Saya percaya apa yang saya dapatkan hari
ini merupakan hasil dari apa yang saya lakukan selama ini. Sebab saya
memulainya dari awal. Saya berusaha menjaga pribadi dengan baik. Agar apa yang
sudah saya bangun selama ini, tidak hilang karena perilaku saya yang salah.
31 Maret, 2015
0 komentar:
Posting Komentar