Foto : Shando Safela |
Suasana Imlek masih terasa di rumah Linda
Ango. Terlihat anak cucunya berkumpul di rumah yang cukup besar itu. Beragam
makanan tersaji di meja untuk menjamu para tamu yang bertandang ke rumahnya.
Ketika For Her berkunjung ke rumahnya, disambut hangat oleh Ango yang hari itu
tampak cantik dengan gaun bewarna merahnya. Warna merah memang identik dengan
perayaan tahun baru Imlek. “Tahun baru ini memang menjadi ajang kumpul
keluarga. Sebab di hari-hari biasanya kami sibuk urusan masing-masing. Momen seperti
inilah kami manfaatkan untuk berkumpul,” terang dia.
Linda Ango merupakan wanita kelahiran Sanggau, 56 tahun yang lalu. Ango adalah sosok perempuan pekerja keras. Kiprahnya dalam bidang sosial membuat dirinya dikenal banyak masyarakat. Dia juga pernah menyalonkan diri sebagai anggota legislatif tahun 2014. Namun kesempatan duduk di kursi rakyat itu belum memihak kepadanya.
Sejak
usia 15 tahun, Ango sudah akrab dengan kesibukan. Ia kerap membantu sang ayah
yang bekerja sebagai kontraktor dan membantu ibunya dalam usaha kelontong. “Jadi
saat itu saya sudah terbiasa menjalankan usaha serta menjadi kontraktor. Ketika
sudah mulai dewasa, saya meneruskan kerjaan papa dan mengembangkan usaha ibu.
Saya bergerak di bidang pengadaan, kontraktor, dagang, bahkan hal itu terus
berlanjut hingga sekarang,” ujar dia.
Di
usianya saat ini, Ango ingin lebih banyak berbuat untuk masyarakat. “Saya
merasa saat ini anak sudah bisa meneruskan usaha. Saya percayakan kepada
mereka. Ketika mereka ada kesulitan, mereka harus bisa berpikir bagaimana
menyelesaikannya, tentu saja mendiskusikannya kepada saya. Saya kasih kebebasan,
sebab jalan sudah saya buka,” jelasnya sembari mengatakan, di usianya sekarang,
Ango ingin mengajak perempuan untuk turun lapangan demi kesejahteraan
masyarakat Kalbar.
Ango,
merupakan pimpinan dari Persatuan Organisasi Tionghoa (Perwati). Organisasi
tersebut didirikan pada tahun 2013, tepatnya tanggal 21 Desember. Alasannya
mendirikan Perwati berangkat dari kepeduliannya terhadap masyarakat yang
membutuhkan. “Saya melihat ada banyak masyarakat yang sangat membutuhkan
bantuan. Selama ini orang memberikan bantuan lebih banyak ke panti-panti.
Padahal ada banyak masyarakat di daerah yang memerlukan bantuan,” jelas dia.
Adapun
bentuk bantuan yang diberikan berupa paket sembako, dana serta bantuan
peralatan kesehatan. “Umpama cacat dan dia tinggal di lingkungan pelosok. Nah
kita beri kursi roda. Kami juga pernah bekerja sama dengan pemerintah provinsi,
puskesmas, lurah dan RT untuk turun ke lapangan melakukan kegiatan foging untuk
mencegah meluasnya wabah DBD,” bebernya.
Saat
ini, anggota Perwati yang dipimpinnya itu semakin hari semakin bertambah. Ia
tidak menyoalkan harus ke luar uang yang cukup banyak demi mendirikan
organisasi tersebut. “Saya melihat selama ini persatuan perempuan Melayu ada, Dayak
ada. Maka saya berpikir kenapa kita tidak membuat Persatuan Wanita Tionghoa.
Saat ini untuk pengurusnya sudah ada sekitar 40 orang. Kami juga welcome kepada
wanita Tionghoa yang ingin bergabung. Tidak memandang usia, siapa saja boleh
gabung,” ujarnya.
Harapannya
dengan adanya Perwati, wanita Tionghoa bisa mengambil peran dalam menyejahterakan
masyarakat. “Saya melihat bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari beragam suku
bangsa. Saya ingin mengajak para wanita Tionghoa untuk membuka diri,
meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dari berbagai suku lainnya. Kulit
boleh saja berbeda, tetapi tetap satu jiwa demi memajukan bangsa dan negara,”
terang dia.
Setahun
berdirinya Perwati, Ango mengaku sangat senang sekali. Ada banyak kemajuan yang
dirasakannya. “Sejak saya bentuk Perwati setahun lalu, antusias wanita Tionghoa
banyak yang mau bergabung. Meski baru setahun, tapi kami cukup menjadi sorotan
teman-teman. Mereka melihat kiprah kami dalam bidang sosial, seni dan budaya.
Dukungan pun banyak diberikan kepada kami. Bahkan ketika ulang tahun pertama,
kami diberikan kesempatan untuk merayakannya di Pendopo Gubernur,” pungkasnya. **
------------
Bagaimana Anda Membagi waktu?
Meskipun saya disibukkan dengan pekerjaan,
tetapi rumah tangga tetap. Kodrat perempuan tidak bisa hilang dari urusan rumah
tangga. Seperti Imlek sekarang, saya masih harus memasak menyiapkan segala
kebutuhan. Intinya yang penting bisa rumah tangga dibenahi, baru bisa eksis di
luar. Apalagi suami dan anak sangat mendukung selama itu positif.
Apa rahasia tetap semangat dengan
rutinitas yang padat?
Saya kerja bawa enjoy saja. Saya harus
berbuat sebaik mungkin sehingga masyarakat bisa menikmati apa yang saya
laksanakan. Ada kepuasan batin sendiri. Meskipun perempuan, kita harus maju. Saya
terbiasa bekerja di lapangan. Seringkali saya pergi untuk meninjau proyek tanpa
ditemani supir. Sebab mereka kadang tidak bisa mengikuti gerak saya. Kadang jam
tiga berangkat, jam 11 malam baru balik ke rumah. Gerak saya lebih cepat dari
mereka.
Apa motivasi Anda ketika menjadi caleg
dulu?
Saya jadi caleg karena ingin memperjuangkan
hak-hak perempuan, pendidikan dan kesehatan. Karena kita perempuan, jadi tahu
kondisi perempuan dan keinginan perempuan. Contohnya, di bidang kerja masih
nggak balance. Mereka anggap perempuan belum mampu. Saya yakin kalau perempuan
dikasih kesempatan mereka akan maksimal.
Contoh perempuan tak ada suami bisa membesarkan anak. Sementara apakah
nanti saya nyaleg lagi atau tidak, saya belum bisa memutuskan sekarang.
Apa pengalaman menarik selama di lapangan
saat bekerja?
Ada beberapa kali saya sempat nginap di
jalanan. Saya kerja jalan di Bonti, terjadi longsor, saya terkurung di tengah
hutan selama 24 jam. Kepanasan, kelaparan saya rasakan sehingga saya terpaksa
minum air sungai, memakan jambu yang ada di hutan. Ketika pagi saya melihat ada
orang ke lading, saya meminta nasi kepada mereka. Pernah juga saya terapung
selama 6 jam di dalam speed. Saat itu saya dari Sintang ke Nanga Pinoh. Di
tengah jalan speed rusak. Saat itu saya perempuan sendiri. Saya memang terbiasa
turun lapangan, sebab saya merasa itu adalah tanggung jawab saya.
Bagaimana Anda melihat wanita Tionghoa
yang saat ini sudah bisa berperan aktif di berbagai kesempatan?
Suatu kebanggaan sendiri bagi saya.
Perempuan harus berani lagi tampil. Terlepas dari sukses atau tidaknya, yang
penting harus berani dulu.
Harapan Anda di tahun Kambing Kayu ini?
Saya tidak terpaku pada tahun apa. Bagi
saya, setiap tahun saya mengharapkan kebaikan. Rezeki datang, kehidupan makmur,
rakyat sejahtera. Tapi saya punya harapan, pemerintah bisa memberikan kami satu
bangunan rumah adat Tionghoa. Sehingga kami punya satu tempat untuk
mengekspresikan seni budaya.
24 Februari 2015
0 komentar:
Posting Komentar