Lakukan Penelitian Tentang Nuklir

Dr. Dra. Netty Herawati.,M.Si Netty merupakan seorang ahli komunikasi. Tapi ia tertarik untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat dari nuklir untuk kemajuan sebuah bangsa. Menurut dia, ilmu komunikasi sangat mendukung untuk memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat yang selama ini cenderung memandang negatif tentang nuklir.

Ketertarikan wanita kelahiran Pontianak 29 Oktober 1965 sudah dilakukan dalam bentuk penelitian. Tahun 2010 Netty pernah melakukan penelitian tentang nuklir dengan judul penelitian Desain Strategi Dan Pengembangan Public Information & Education Untuk  Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Guna Mendukung Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Di Kalimantan Barat.

Foto : Haryadi/Pontianakpost
Alasan inilah yang membuat Netty berpartisipasi dalam pemilihan anggota Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN) di Indonesia tahun 2014. Bahkan ia menjadi satu-satunya perempuan dan dosen yang terpilih sebagai calon anggota Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN) dan menyisihkan beberapa orang lainnya di seluruh Indonesia. “ Waktu itu ada 24 orang yang lolos administrasi, saya menjadi satu-satunya perempuan dan dosen yang terpilih,  dan ternyata pada pengumuman berikutnya saya dinyatakan lulus bersama 13 orang lainnya sebagai calon anggota Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN) “ jelasnya.

Kesehariannya Netty merupakan dosen di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura. Ia juga pernah meraih penghargaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sebagai pemenang Poster Hasil Penelitian Fundamental Terbaik tahun 2008.

Netty berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang perwira polisi keturunan Jawa, sementara ibunya keturunan Tionghoa. Secara spiritual nilai Islami selalu diajarkan kepadanya, tetapi filosofi cina juga tertanam dalam dirinya. “Saya dibesarkan dengan budaya jawa dan cina. Pendidikan dalam keluarga yang lebih dominan itu ibu.Makanya meskipun secara spiritual saya diajarkan nilai-nilai islami, tetapi filosofi cina juga mewarnai kehidupan saya. Saya diajar untuk menghargai waktu dan disiplin,” jelas Pengajar Pada Program Studi Magister Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Tanjungpura.

Ia dan saudaranya juga dibekali sang ibu dengan beragam keterampilan. Mulai dari memasak, membuat kue, hingga menyulam. “ Saya dan saudara tumbuh berbeda dari teman yang lain yang lebih banyak bermain. Sejak kecil sudah diajarkan dengan berbagai keterampilan. Saya memang disuruh belajar banyak meskipun bukan pendidikan secara formal,” ucapnya.

Oleh orang tuanya, Netty di sekolahkan di SD Bruder lalu lanjut ke SMP Bruder. Menurut ibunya, pendidikan menjadi sangat penting untuk tumbuh kembang anaknya. “Menurut ibu saya, ketika di rumah pola asuhnya sudah disiplin maka pendidikan formalnya juga harus mendukung. Saat itu menurut ibu saya, pendidikan negeri belum disiplin. Ketika SMA, saya bersekolah di SMPP negeri 27. Menurut orang tua, pada usia tersebut pola pikir saya sudah terbentuk,” jelasnya.

Duduk di bangku sekolah, belum terpikir dalam diri Netty untuk menjadi seorang dosen. Bahkan ia bercita-cita ingin kuliah dibidang interior karena dirinya senang dengan seni. Namun sayang, orang tuanya tidak mengizinkan dia kuliah di pulau Jawa. Ia pun memilih melanjutkan pendidikan di Universitas Tanjungpura, Fakultas Sosial Politik dan berhasil menyelesaikan kuliah selama 4 tahun. “ Ketika akan kuliah, karena saya perempuan, ibu saya mengarahkan saya untuk kuliah disini saja. Makanya pilihan yang menurut saya mendekati dengan keinginan saya ya Fisipol,” jelsnya.

Selesai kuliah, Netty bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pengiriman barang, dan jasa. Setahun bekerja dia diangkat menjadi pimpinan cabang di Pontianak. Saat itu ia belum terpikir ingin menjadi dosen. Hingga kemudian ia bertemu dengan dosen pembimbingnya saat kuliah, Prof. Dr. Mudiono yang memberikan motivasi dirinya untuk menjadi seorang dosen. “ Beliau berjasa sekali pada saya. Saat itu beliau tanya terkait minat saya menjadi dosen menurut beliau saya ini layak menjadi dosen. Akhirnya saya coba mendaftar sebagai dosen dan diterima,” katanya.

Diterima sebagai dosen, Netty juga sebagai seorang pengusaha. Menurut dia saat itu belum terlalu mencintai profesinya sebagai dosen. “ Tapi saya berpikir kalau saya pilih dua-duanya, maka akan sulit bagi saya membagi waktu. Akhirnya saya putuskan untuk menjadi dosen,” jelasnya.

 Tahun 1994 Netty kuliah S2 di Universitas Padjajaran, bidang ilmu komunikasi. Saat kuliah S2 ia sudah di karunia dua orang anak. Selesai S2 tahun 1998, tahun berikutnya ia kuliah S3 di bidang yang sama dan di tempat yang sama pula hingga mencapai gelar doctor tahun 2005. “ Ketika saya menyandang sebagai seorang doktor inilah, saya mulai aktif di berbagai kesempatan. Saya merasa dengan sedikit ilmu yang saya miliki itu harus bisa bermanfaat bagi banyak orang dengan menjadi dosen yang professional,” ujarnya.

Netty pun mulai semakin giat melaksanakan tangguang jawab sebagai seorang dosen. Sesuai dengan Tri darma perguruan tinggi, ia pun tak ingin sekedar mengajar, tetapi juga melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Beragam riset telah ia lakoni. Ia juga bersyukur sejumlah proposal yang ia kirim ke lembaga terkait sering lolos. “ Sebagai pengajar saya masih aktif mengajar di Untan, IPDN dan Universitas Terbuka. Di Bidang penelitian, saya sering melakukan riset dari berbagai kementerian dan lembaga lain. Saya juga secara berkelanjutan sejak tahun 2007 selalu mendapatkan program riset dari Dirjen Pendidikan Tinggi. Sementara dibidang pengabdian masyarakat, saya pernah memimpin dua proyek pengabdian masyarakat di perbatasan,” pungkasnya.

 ---
Dibilang sukses?

Saya sering dibilang teman-teman sudah sukses, bisa berjalan kemana-mana. Bagi saya, saya ini biasa-biasa saja. Saya bisa seperti ini berproses juga. Bahkan awalnya sempat kagokjuga, dari yang tidak aktif menjadi aktif. Karena waktu kuliah saya termasuk orang yang biasa. Saya baru aktif ketika selesai S3.  Tapi saya berpikir apa yang saya lakukan unruk menyumbangkan ilmu yang saya miliki. Saya bersyukur mendapatkan respon yang baik.

Membagi waktu?

Tidak sulit bagi saya membagi waktu. Alhamdulillah anak-anak saya berkembang dengan baik. Mereka menjalankan agama dengan baik. Tetangga saya suka bilang, meskipun saya tidak ada, anak-anak saya bisa teratur. Jam belajar mereka belajar, jam shalat mereka shalat. Bagi saya dalam keluarga itu pentingnya berkomunikasi yang baik dan berkualitas, sehingga timbul rasa saling pengertian. Anak saya tahu saya bekerja dan untuk mereka juga. Begitu pula dengan mahasiswa saya, mereka bisa menemui saya dimana saja, tidak harus di kampus.

Dukungan terbesar
Menurut saya, dukungan terbesar datang dari diri sendiri. Orang yang lemah harus bisa memotivasi dirinya untuk lebih kuat dan mampu menggali potensi dalam dirinya.

Me time.
Saya pikir semua waktu 24 jam me time saya. Saya selalu menikmati setiap detik dalam hidup saya. Meskipun kadang saya juga merenung ketika teman-teman mengatakan kalau saya enak bisa jalan kemana-mana. Padahal saya capek. Tapi saya menikmati pekerjaan saya.


Sering menjadi narasumber?

Saya sering diundang di berbagai kesempatan untuk menjadi narasumber. Dari DPR, LSM, dan sebagainya. Saya juga sering diminta menjadi juri dalam berbagai kegiatan duta-duta. Salah satunya pemilihan Duta Lingkungan Hidup.

Manfaatkan Facebook

Teman saya bilang, saya aktivis facebook. Saya sering update di FB dan menuliskan segala aktivitas saya. Jadi semacam buku harian. Ini tujuannya agar memudahkan mahasiswa maupun pihak lain yang perlu dengan saya. Jadi mereka bisa mengatur waktu sendiri kapan bisa menghubungi saya. Mereka juga bisa berdiskusi di media ini, bahkan saya juga sering mendapat pekerjaan melalui fasilitas FB.



Tempat paling berkesan?
Saya memang sering terbang dari satu daerah ke daerah lain. Tapi tempat yang paling berkesan bagi saya adalah daerah perbatasan. Mereka mendapatkan kesulitan di daerah tetangga, juga tidak mendapatkan penghidupan yang layak di daerah sendiri. Bahkan ada yang bilang negara kita merdeka sudah sekian tahun, tapi mereka seperti belum merdeka.

Kenapa masyarakat banyak yang menolak nuklir?
Dibenak orang nuklir itu bom, Jadi memori kebanyakan orang selalu teringat karena adanya peristiwa Hirosima dan Nagasaki di Jepang. Kota itu hancur dalam hitungan detik karena serang tentara sekutu. Tapi kalau dipikir, seharusnya yang takut adalah negara Jepang. Tetapi kenyataannya mereka sekarang maju dan berkembang pesat dengan membangun nuklir. Jepang itu cerdas, mereka berpikir nuklir memiliki energi yang besar, jika mampu dikendalikan dan dirubah menjadi energi pembangkit listrik maka akan berkembang pesat bagi kemajuan. Saat ini ada beberapa negara maju yang memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), seperti di Rusia, Kore, Jepang, Amerika, dan mereka itu maju. Sekarang Vietnam sudah mulai bangun.

Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: